Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam beberapa tahun terakhir gencar melakukan konsolidasi industri Bank Perekonomian Rakyat (BPR). Jumlah BPR sepanjang 2023 menurun sebanyak 33 BPR yang sebagian besar karena penggabungan atau peleburan dengan BPR lain, ataupun dalam satu grup kepemilikan yang dilakukan untuk penguatan permodalan.
Selain merger, OJK juga sudah mencabut izin usaha empat BPR pada 2023 dan tujuh BPR sampai Maret 2024 sebagai bagian tindakan pengawasan yang dilakukan OJK untuk terus menjaga dan memperkuat industri perbankan serta melindungi konsumen.
Merger dan pencabutan izin usaha sejumlah BPR merupakan bagian komitmen OJK dalam menegakkan integritas sistem keuangan guna menyehatkan industri perbankan khususnya BPR sesuai Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
Upaya OJK mendorong penguatan dan konsolidasi BPR sebelumnya telah dilakukan dengan mengeluarkan POJK 5/POJK.03/2015 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Dan Pemenuhan Modal Inti Minimum BPR. BPR diminta untuk memenuhi modal inti minimal Rp6 miliar paling lambat akhir 2024.
Menurut catatan OJK, jumlah BPR yang memiliki modal inti di atas Rp 6 miliar mengalami peningkatan dari sebelumnya sejumlah 1.076 BPR kini menjadi 1.190 BPR.
Kebijakan konsolidasi BPR yang dilakukan OJK bertujuan untuk terus memperkuat peranan 'bank ndeso' yang jumlahnya sangat banyak dan berada di tengah persaingan dengan bank-bank umum yang memiliki fasilitas layanan digital yang lebih maju.
Di tengah persaingan tersebut dan tantangan perekonomian yang berat, industri BPR masih dapat tumbuh sepanjang 2023. Pertumbuhan tersebut dicerminkan oleh peningkatan total aset, penyaluran kredit, dan penghimpunan dana masing-masing sebesar 7,52%, 9,57%, dan 8,63%.
Lanjut ke halaman berikutnya
Simak Video "OJK Ajak Media Massa Jadi Duta Literasi Keuangan Indonesia"
(ang/ang)