Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar bicara tentang pertumbuhan ekonomi global yang diramal melemah. Hal ini terjadi terjadi di tengah proyeksi kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS).
Mahendra mengatakan, pada triwulan III 2024 perekonomian dunia tercatat mengalami penurunan, utamanya di sebagian besar negara-negara perekonomian utama global. Kondisi itu dibayangi dengan memburuknya tensi geopolitik yang terjadi di berbagai penjuru, khususnya perang Ukraina dan serangan Israel ke Gaza dan Lebanon.
"Menyikapi hal itu, berbagai bank sentral mengambil kebijakan yang lebih akomodatif dengan melonggarkan kebijakan moneter dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi masing-masing," kata Mahendra, dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi XI DPR RI, Jakarta, Senin (18/11/2024).
Risiko geopolitik yang membebani ekonomi global itu juga dibarengi dengan pelemahan ekonomi China dan peningkatan proteksionisme dan pasar pada saat itu. Hal ini termasuk juga dengan terpilihnya Donald Trump di Pilpres AS.
"Risiko terpilihnya Donald Trump menjadikan para pelaku pasar memperhitungkannya dalam pelemahan perkiraan pertumbuhan ekonomi ke depan," ujarnya.
Sedangkan di dalam negeri sendiri, lanjut Mahendra, pertumbuhan ekonomi triwulan III tercatat 4,95%. Sementara pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2024 s.d kuartal triwulan III tetap terjaga di atas 5% yaitu 5,03%.
Untuk kinerja industri jasa keuangan sendiri, Mahendra mengatakan, secara umum cukup kondusif. Hal ini terlihat dari jumlah perhimpunan dana pasar modal sepanjang tahun sampai akhir September, mencapai Rp 159,51 triliun.
"Sementara itu kredit perbankan tumbuh 10,85% dengan penyaluran kredit Rp 7.579 triliun dan sejalan dengan itu, nilai penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 7,04% menjadi Rp 8.721 triliun," paparnya.
Lalu di industri keuangan non bank, industri asuransi menunjukkan peningkatan. Premi asuransi komersial tumbuh 5,77% menjadi Rp 245,42 triliun. Sementara dana pensiun menunjukkan peningkatan total aset 10,1% menjadi Rp 1.506 triliun.
Industri perusahaan pembiayaan menunjukkan kinerja positif, piutang perusahaan pembiayaan meningkat 9,39% menjadi Rp 501,78 triliun. Sedangkan on performing financing gross perusahaan pembiayaan tercatat 2,62% dengan gearing ratio 2,32 kali.
"Pada industri fintech P2P lending, terjadi peningkatan outstanding pembiayaan 33,7% menjadi Rp 74,48 triliun, dengan tingkat wanprestasi atau TWP 90 2,38%," imbuh Mahendra.
(shc/rrd)