Karyawan Jakarta Tercekik Ongkos: Gaji Habis buat Pulang Pergi!

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Senin, 04 Agu 2025 12:06 WIB
Karyawan Jakarta Tercekik Ongkos: Gaji Habis buat Pulang Pergi! Foto: Ignacio Geordy Oswaldo
Jakarta -

Jalan panjang pulang pergi (PP) kantor tak hanya menguras waktu dan melelahkan secara fisik, namun juga menghabiskan isi dompet. Ini adalah realita yang banyak dihadapi para pekerja di kota besar seperti Jakarta.

Karena tak sedikit pekerja di Jakarta yang rumah atau tempat tinggalnya cukup jauh dari pusat kota, bahkan cenderung berada di 'kota tetangga' seperti Bekasi, Bogor, Depok, hingga Tangerang.

Kondisi ini seperti yang dialami Rifaldo (26), seorang pekerja kantoran di kawasan Blok M. Dia yang tinggal di Bekasi harus berganti-ganti moda transportasi hanya untuk pulang pergi kantor setiap Senin sampai Sabtu.

"Saya dari rumah naik bus terus naik LRT turun di Sudirman (Stasiun LRT Duku Atas). Nanti habis dari LRT, saya naik MRT," kata Rifaldo saat ditemui detikcom di sekitar Stasiun Sudirman, Senin (4/7/2025).

Rifaldo mengatakan perjalanan yang jauh dengan beberapa moda transportasi ini cukup memberatkan isi kantongnya. Sebab dalam sehari, paling sedikit dirinya harus mengeluarkan ongkos hingga Rp 38.000 untuk PP kantor.

Jika dihitung-hitung, dalam sebulan paling sedikit ia harus merogoh kocek Rp 912.000. Belum lagi kalau harus pulang malam, sering kali layanan bus dari Stasiun LRT menuju kawasan rumahnya sudah tidak tersedia. Ojek online (ojol) mau tak mau jadi pilihan dengan tarif sampai Rp 28.000 dan memperdalam pengeluaran untuk ongkos transportasi.

Tidak heran jika Rifaldo merasa gajinya sebagian besar habis untuk ongkos PP dari rumah ke kantornya yang berada di Blok M tersebut. Terlebih mengingat saat ini besaran gajinya belum seberapa, bahkan menurutnya masih di bawah UMP Jakarta karena statusnya di perusahaan masih peserta pelatihan kerja.

"Kalau saya sih lumayan berat juga sih. Apalagi karena saya gajinya juga masih dibilang di bawah UMR lah untuk gaji di Jakarta. Karena saya kan istilahnya masih pelatihan. Belum full tetap, namanya bukan magang tapi bukan full time juga," terangnya.

Hal ini juga diamini oleh Raju (27), seorang karyawan perusahaan asuransi yang tinggal di kawasan Cikarang. Sehari-harinya ia harus menempuh perjalanan yang cukup jauh menuju kantor yang berada di kawasan Jakarta Selatan.

"Kalau sehari-hari untuk transportasi sekitar Rp 50.000an, pulang pergi. Kalau dari rumah naik motor sendiri ke stasiun, habis itu dari sini (Stasiun Sudirman) jalan kaki," papar Raju.

Meski Raju tidak banyak ganti kendaraan umum, namun biaya perjalanannya terbilang cukup mahal karena biaya bensin dan parkir motor di stasiun. Jika ia harus datang ke kantor lima hari dalam seminggu, maka dalam sebulan kurang lebih Raju harus menghabiskan ongkos transportasi sampai Rp 1.000.000.

Sebagai informasi, dalam survei biaya hidup Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 2018, rata-rata kontribusi ongkos transportasi per bulan masyarakat Indonesia mencapai 12,46% dari total biaya hidup. Padahal menurut World Bank, porsi pengeluaran ongkos transportasi yang ideal tak lebih 10% dari total biaya hidup bulanan.

Masih dari data BPS, rata-rata biaya transportasi per bulan di kota besar juga nampak cukup tinggi, umumnya sudah berada di atas Rp 1 jutaan per bulan. Paling tinggi ada di Bekasi yang mencapai Rp 1,9 juta per bulan atau setara dengan 14% dari total biaya hidup, kemudian ada juga Depok yang mencapai Rp 1,8 juta per bulan atau setara dengan 16,3% dari total biaya hidup.

Sementara itu, di Surabaya biaya rata-rata transportasi per bulan menyentuh angka Rp 1,62 juta atau sebesar 13,61% dari total biaya hidup. Kemudian di Jakarta sebagai pusat perekonomian nasional tempat banyak perusahaan-perusahaan besar berkantor, biaya transportasi mencapai Rp 1,59 juta per bulan atau sebesar 11,8% dari total biaya hidup.

Data ini diungkapkan langsung oleh Dirjen Integrasi Tranportasi dan Multimoda Kementerian Perhubungan Risal Wasal dalam diskusi di Kantor Kemenhub, Jakarta Pusat, Kamis (31/7/2025). Dia menilai mahalnya ongkos transportasi di kota-kota besar terjadi karena belum teritegrasinya transportasi umum di Indonesia.

Lihat juga Video: Rutinitas 'Monster Day' Para Pejuang Rupiah dari Daerah Penyangga




(igo/fdl)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork