PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) kembali mencatatkan kerugian terimbas pandemi COVID-19. Dikutip dari CNBC Indonesia, Sabtu (7/11/2020) kerugian kali ini bahkan mencapai US$ 1,07 miliar setara Rp 15,5 triliun (kurs Rp 14.500) pada kuartal III-2020. Padahal pada periode yang sama tahun sebelumnya perusahaan mampu membukukan laba bersih hingga US$ 122,42 juta.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, penyebab kerugian tak lain tak bukan karena pendapatan yang juga turun drastis hingga 67,83% year on year (YoY). Penurunan itu membuat perseroan hanya mampu membukukan pendapatan sebesar US$ 1,13 miliar (Rp 16,51 triliun) pada akhir September lalu. Turun dari pendapatan di akhir September 2019 yang senilai US$ 3,54 miliar.
Penurunan paling besar terjadi pada pendapatan penerbangan berjadwal yang anjlok menjadi US$ 917,28 juta dari sebelumnya US$ 2,79 juta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian penerbangan tidak berjadwal juga turun menjadi US$ 46,92 juta dari sebelumnya US$ 249,91 juta. Penurunan tersebut terjadi karena tak adanya penerbangan haji tahun ini, padahal pendapatan penerbangan haji berkontribusi cukup besar di pos itu.
Pendapatan lain-lain juga mengalami penurunan drastis dari US$ 494,89 juta menjadi senilai US$ 174,55 juta karena turunnya seluruh komponen jasa yang dimiliki oleh grup Garuda Indonesia. Terutama disebabkan tak adanya pendapatan dari jasa ground handling dan turunnya pendapatan dari jasa pemeliharaan dan perbaikan pesawat.
Perusahaan berupaya menurunkan beban usaha sepanjang tahun ini sehingga pada periode tersebut beban usaha turun menjadi US$ 2,24 miliar dari sebelumnya di akhir kuartal III-2019 sebesar US$ 3,28 miliar. Selain itu, juga ada beban lain-lain senilai US$ 30,50 juta dari sebelumnya merupakan pendapatan sebesar US$ 13,62 juta.
Berlanjut ke halaman berikutnya.