3. Pilih Saham Sesuai Manfaat
Kembali ke Hans, ia mengatakan cara memilih saham dengan harga terbaik ialah melihat nilai yang diberikan dari saham tersebut.
"Jangan membeli sesuatu yg terlalu mahal. Mahal murah ini bukannya harganya Rp 100 per lembar dianggap murah, atau Rp 10.000/lembar dianggap mahal. Tetapi apa yang kita beli sama dengan apa yang kita dapatkan," tutur Hans.
Caranya adalah dengan melihat valuasi perusahaan yang dipilih. "Misalnya saya membeli mobil Mercy harganya Rp 2 miliar. Lalu ada mobil LCGC Rp 100 juta. Nah, kalau dibandingkan, mobil Mercy tidak bisa dibilang mahal, karena yang saya dapat Mercy. Tapi, misalnya harga mobil LCGC harga pasarannya Rp 100 juta, kemudian dijual orang Rp 200 juta, ketika saya beli, ini mahal. Tapi mobil Mercy pasarannya Rp 2 miliar. Lalu ada yang jual Rp 1,5 miliar, saya beli, berarti murah. Nah inilah yang namanya proses valuasi itu, nilai dari perusahaan tersebut," jelas Hans.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Step by Step Beli Saham, Pemula Wajib Catat! |
4. Pilih Saham dari Indeks yang Cocok
Selain ketiga cara di atas, Direktur Utama MNC Sekuritas Susy Meilina mengatakan, investor juga bisa memilih saham sebuah perusahaan dari indeks yang cocok dengan karakternya, dan juga tingkat risikonya.
"Salah satu tips paling mudah adalah melirik daftar saham yang termasuk dalam indeks yang sudah disusun dan dievaluasi secara berkala oleh BEI. Contohnya, indeks LQ45 berisi daftar 45 saham dengan kapitalisasi pasar dan transaksi tinggi dengan kondisi keuangan dan prospek yang baik. Jika ingin berinvestasi saham syariah, nasabah pemula juga bisa melirik saham yang termasuk dalam indeks JII atau ISSI, misalnya," papar Susy.
5. Rekomendasi Jangan Ditelan Mentah-mentah
Saat ini, banyak influencer yang memberikan rekomendasi saham di media sosial. Lalu, apakah rekomendasi saham itu patut diikuti?
Menjawab itu, Nico Demus menegaskan, semua investor harus cermat dalam menerima rekomendasi saham, atau tidak serta-merta percaya dan mengikutinya.
"Kita mesti tahu perusahaan yang mau kita beli. Jadi jangan asal main ikut-ikutan. Kata si A itu sahamnya bagus loh, bisa janjikan keuntungan 20% atau 30%. Kata siapa? Kamu sudah cek belum laporan keuangannya? Bebannya, liabilitasnya, income, revenue-nya berapa? Kamu sudah cek rasio keuangannya?" ucap Nico.
"Jadi bermain saham bukanlah bermain influencer. Bermain saham adalah bermain calculation, perhitungan, semua mesti dikalkulasikan. Jadi tidak bisa serta-merta dengan katanya influencer si A, langsung beli, nggak bisa," sambung dia.
Nico mengatakan, rekomendasi dari siapapun harus diperiksa lebih dalam. Saham apapun yang direkomendasikan harus dikenali lebih dahulu profilnya oleh investor.
"Kalau teman-teman dibilang ini saham menjanjikan keuntungan 100-200%. Tahu nggak saham XXXX? Enggak. Ya kalau nggak tahu jangan dibeli. Itu yang paling gampang sebetulnya," tegas Nico.
Senada dengan Nico, Susy mengatakan, semua keputusan berinvestasi saham harus dipikirkan secara matang. Sehingga, investor disarankan tidak menelan mentah-mentah rekomendasi saham dari siapapun, termasuk dari influencer media sosial.
"Investasi seperti koin dengan dua sisi. Ada potensi keuntungan tapi ada risiko kerugian yang harus siap ditanggung investor. Ada baiknya investor tidak menelan mentah-mentah rekomendasi saham dari siapapun, baik itu dari public figure, influencer atau analis sekalipun. Keputusan berinvestasi di suatu saham adalah keputusan pribadi, yang seharusnya sudah berdasarkan pertimbangan matang," tutup Susy.
(ara/ara)