Fenomena Investor Newbie: Lupa Diri hingga Beli Saham Pakai Utang

Fenomena Investor Newbie: Lupa Diri hingga Beli Saham Pakai Utang

Danang Sugianto - detikFinance
Senin, 18 Jan 2021 06:00 WIB
Saham PT M Cash Integrasi Tbk (MCAS) melejit pada perdagangan Selasa (5/1/2021) gegara Raffi Ahmad dan Ari Lasso mempromosikannya.
Ilustrasi/Foto: Grandyos Zafna
Jakarta -

Pasar modal Indonesia semakin dibanjiri investor ritel lokal yang mayoritas merupakan kalangan milenial. Di satu sisi penambahan investor ritel baru merupakan kabar baik buat pasar saham, namun ternyata ada efek samping yang bikin geleng-geleng kepala.

Minat masyarakat Indonesia terhadap investasi di pasar modal semakin tinggi. Terbukti dari jumlah investor pasar modal yang meningkat 56% di sepanjang 2020 menjadi 3,87 juta.

Menariknya lagi penambahan jumlah investor ritel di pasar modal Indonesia itu didominasi oleh kalangan milenial. Namun sayangnya penambahan jumlah investor itu sepertinya tidak dibarengi dengan edukasi yang mumpuni.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terbukti dari fenomena-fenomena yang muncul belakangan ini. Seperti para influencer yang justru dipercaya menjadi rujukan dalam memilih saham.

Tak hanya itu, muncul juga fenomena investor yang membeli saham menggunakan uang panas. Mulai dari utang pinjaman online, menggunakan uang titipan arisan ibu-ibu PKK hingga nekat menggadaikan surat tanah dan BPKB.

ADVERTISEMENT

Pemerhati dan Praktisi Pasar Saham, Desmond Wira salah satu yang mengunggah fenomena itu di media sosial. Menurutnya fenomena itu muncul juga karena pandemi COVID-19.

"Fenomena seperti ini sering terjadi, dulu juga sering. Namun perbedaannya sekarang investor banyak dimudahkan oleh teknologi. Pinjam duit bisa online. Gadai juga bisa online. Buka rekening saham bisa online. Kebetulan saat pandemi banyak orang yang tinggal di rumah, berusaha mencari penghasilan tambahan," ucapnya kepada detikcom, Minggu (17/1/2021).

Sementara Founder WH Project, William Hartanto menyebut hal itu sebagai fenomena lupa diri. Bukan hanya uang dari hasil utang, dia juga sering mendapatkan keluhan investor yang membeli saham menggunakan uang modal nikah.

"Ini fenomena lupa diri. Saya sudah sering ketemu kasus begini, ada yang uang modal nikah pun ditaruh di saham berakhir rugi," tuturnya.

Padahal dengan menggunakan utang pinjol untuk membeli saham sama saja menambah dua kali lipat risiko investasi. Sebab bagaimana pun saham merupakan instrumen investasi yang memiliki risiko tinggi, sementara utang pinjol juga mengandung risiko dari sisi bunga yang mencekik.

Oleh karena itu, menurut William seharusnya investasi ataupun trading saham harus menggunakan uang dingin. Sehingga ketika risiko muncul biaya hidup tidak terganggu.

"Sumber uang harus uang dingin, walaupun nilainya kecil, asalkan rutin profit pasti bertambah juga," tambahnya.

Lalu apa yang menyebabkan fenomena ini muncul? Baca di halaman berikutnya.

Desmond menilai para influencer yang ramai memamerkan portofolionya juga turut berkontribusi menimbulkan fenomena beli saham pakai uang panas. Akhirnya banyak investor baru yang menilai investasi di pasar modal merupakan hal yang mudah.

"Kebetulan setelah anjlok dalam saat pandemi, lalu rebound tajam. Ini sangat menarik terutama orang awam. Easy money dianggapnya. Saat rebound kan pasar saham relatif tidak ada koreksi. Apalagi sekarang banyak influencer saham di sosial media, mulai dari FB, IG, twitter, Tiktok. Semakin ramailah yang ikut ke pasar saham," tuturnya.

Menurut Desmond, fenomena ini juga menjadi bukti minimnya edukasi terhadap investor-investor dadakan. Padahal edukasi sangat penting sebelum terjun di instrumen investasi yang memiliki risiko tinggi itu.

"Rata-rata yang investor muda yang baru terjun memang kurang teredukasi. Hal ini dapat dimaklumi karena investor dadakan, ya mungkin saja belum sempat belajar tapi sudah kepingin profit besar. Walaupun sebenarnya kalau mau belajar banyak materi belajar yang tersedia di internet, gratis pula," terangnya.

Banyak investor pemula yang justru menilai pasar saham merupakan jalan pintas untuk menambah hartanya. Apalagi memang beberapa bulan terakhir pasar modal Indonesia tengah rebound setelah anjlok di awal pandemi.

"Kebanyakan memang ingin dapat profit besar secara instan. Banyak pula yang berpikir jual beli di pasar saham itu mudah, kebetulan kan pasar saham beberapa bulan terakhir naik terus. Banyak pula influencer, banyak yang pamer profit. Itu yang mengakibatkan banyak orang nekat membeli saham di harga tinggi, kalau perlu pakai uang panas," tuturnya.

Desmond mengingatkan membeli saham menggunakan uang panas sangat berbahaya. Sebab sama saja menggunakan leverage atau efek pengungkit. Hasilnya jika berhasil memang bisa mendapatkan profit besar, tapi sebaliknya jika rugi juga akan berkali-kali lipat.

"Selain itu menggunakan uang panas berlebihan juga merusak psikologi investor tersebut, biasanya menjadi mudah panik, stres. Biasanya keputusan yang diambil sangat emosional dan merugikan," tutupnya.


Hide Ads