Nggak Bisa Plesiran, Milenial Malah Serbu Reksa Dana! Ini Buktinya

Nggak Bisa Plesiran, Milenial Malah Serbu Reksa Dana! Ini Buktinya

Danang Sugianto - detikFinance
Senin, 10 Mei 2021 19:16 WIB
Ilustrasi Reksa Dana
Ilustrasi/Foto: Dok Bank Mega
Jakarta -

Industri reksa dana beberapa tahun belakangan ini tumbuh luar biasa, seiring tingginya minat masyarakat untuk berinvestasi di pasar modal. Bahkan pertumbuhan juga terjadi selama masa Pandemi COVID-19.

Tercatat, Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana per Desember 2020 sebesar Rp 573,5 triliun atau tumbuh 6% dari tahun lalu. Berdasarkan data yang tercatat di Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), jumlah investor di pasar modal tahun 2020 naik lebih dari 50% menjadi 3.871.248 dari sebelumnya 2.484.354 pada akhir tahun 2019.

Peningkatan jumlah investor tersebut salah satunya dipicu oleh digitalisasi di pasar modal, khususnya dalam pembukaan rekening investasi. Proses know your customer secara elektronik (e-kyc) berhasil menstimulasi investor ritel untuk membuka rekening investasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketua Dewan Presidium Asosiasi Pelaku Reksa Dana & Investasi Prihatmo Hari Mulyanto menilai agen penjual reksadana (Aperd) digital memainkan peran penting dibalik pertumbuhan industri reksa dana dalam dua tahun terakhir. Keberadaan Aperd Digital berhasil mendorong anak muda, milenial, dan digital savvy untuk mulai berinvestasi.

Data menunjukkan lebih dari 50% investor memiliki rekening investasi di Selling Agent Fintech. Dan menariknya, jumlah investor berusia di bawah 30 tahun atau sampai dengan 40 tahun telah mencapai lebih dari 70%.

ADVERTISEMENT

Menurut Prihatmo jumlah investor reksa dana di 2020 sudah tumbuh 78% menjadi 3,2 juta dibandingkan Des 2019. Sedangkan per Maret 2021 jumlahnya meningkat lagi menjadi 3,5 juta.

Peningkatan jumlah investor ritel selama pandemi bisa jadi disebabkan oleh bergesernya perilaku milenial dalam membelanjakan uangnya. Larangan traveling mendorong anak muda mengalokasikan budget plesiran ke rekening investasi.

"Selain dipicu oleh teknologi dan perubahan perilaku konsumen, faktor lainnya adalah meningkatnya literasi masyarakat terkait produk keuangan khususnya investasi. Hal ini terwujud berkat program edukasi yang dilakukan bersama oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Self Regulatory Organizations (SRO), para pelaku, dan asosiasi," ujar Prihatmo dalam keterangan tertulis, Senin (10/5/2021).

Melihat perkembangan sejauh ini, Prihatmo yakin pertumbuhan industri reksadana akan tetap tumbuh positif di tahun 2021. Sikap optimistis ini sejalan dengan kondisi perekonomian nasional yang mulai pulih dari krisis pandemi.

Seperti diketahui, agen penjual reksa dana online/digital mulai menjamur beberapa tahun terakhir. Beberapa nama yang mencuri perhatian antara lain Bibit.id atau Bibit, Bareksa, E-mas dan Tanamduit.

CEO Bibit, Sigit Kouwagam mengatakan peningkatan terjadi karena perusahaan juga membidik investor pemula. Pemilihan bisnis model dan timing terjun ke bisnis juga menjadi faktor.

"Kami membidik investor pemula, para anak milenial yang terbiasa dengan penggunaan teknologi digital dan memiliki keinginan memiliki investasi. Kami ingin para pemula ini bisa berinvestasi secara benar," kata Sigit.

Berinvestasi secara benar itu maksudnya investor dapat mencapai hasil investasi yang optimal, namun tetap memperhitungkan risiko.

"Kami berupaya membiasakan investor untuk menyeimbangkan antara target return dan risk tolerance serta konsisten melakukan diversifikasi aset. Kami percaya, investasi yang baik itu adalah investasi untuk jangka panjang dan dilakukan secara konsisten," kata Sigit.

Karena menyasar para investor pemula, Bibit menciptakan daya tarik dengan memungkinkan penggunanya untuk berinvestasi dalam nominal sangat kecil. Bahkan, dengan duit Rp10.000, pengguna bisa membeli reksadana di Bibit.

Adapun timing, Bibit merasa masuk ke bisnis reksadana online ini di saat yang tepat. Pemicu utamanya adalah langkah regulator yang mengizinkan electronic know your customer (e-KYC) untuk proses registrasi nasabah.


Hide Ads