Jakarta -
PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (Mitratel) sudah dipastikan akan melantai di pasar modal. Anak usaha dari PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk ini akan melepas 25,5 miliar saham atau setara 29,85% dari modal yang ditempatkan dan disetor.
Perusahaan yang memiliki 'DNA' BUMN cukup menarik perhatian pelaku pasar. Namun sebelum membelinya, ada baiknya melihat prospek bisnis perusahaan terlebih dahulu.
Mitratel saat ini mengelola menara telekomunikasi lebih dari 28.000 unit yang tersebar di seluruh Indonesia. Jumlah menara akan ditambah seiring penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) yang dilakukan perusahaan. Sebab dana IPO ini antara lain dialokasikan Mitratel untuk membeli 6.000 menara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Research Analyst PT Indopremier Sekuritas Hans Tantio mengatakan kebutuhan Menara telekomunikasi berspektrum tinggi diprediksi meningkat di era 5G sehingga Mitratel berpotensi meningkatkan kinerja bisnis di masa mendatang.
"Kebutuhan tower dan spektrum tinggi akan meningkat, peluang bisnis untuk perusahaan penyedia tower komunikasi seperti Mitratel," ujar Hans, Kamis (11/11/2021).
Hans berpendapat cakupan dan ketersediaan menara telekomunikasi Mitratel menjangkau wilayah di luar Pulau Jawa. "Ketersediaan tower Mitratel di luar Pulau Jawa merupakan unique selling point yang membedakan Mitratel dengan kompetitornya. Saya meyakini kinerja fundamental Mitratel akan bertumbuh di era 5G," ucap Hans.
Mitratel pada 2020 membukukan pendapatan senilai Rp 6,18 triliun, meningkat 16,16% dari tahun 2019 sebesar Rp 5,32 triliun. Tren ini berlanjut di tahun 2021.
Pada semester I-2021, pendapatan perusahaan mencapai Rp 3,22 triliun atau meningkat sebesar 10,65% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 2,91 triliun. Pada Juni 2021 ini, perseroan mengantongi laba bersih senilai Rp 700,7 miliar. Realisasi laba bersih ini melonjak sebesar 356% dari Rp 153,7 miliar.
Hans mencermati konsolidasi bisnis operator telekomunikasi akan berdampak positif terhadap permintaan menara telekomunikasi ke depannya.
"Tidak tersedia lagi spectrum, sehingga operator telekomunikasi akan menyewa menara telekomunikasi. Tren konsolidasi bisnis para operator akan berefek domino terhadap kinerja fundamental Mitratel di masa mendatang," imbuh Hans.
Lebih lanjut, Hans menyampaikan valuasi Mitratel di kisaran wajar lantaran
enterprise value/EBITDA mencapai 13 kali atau rata-rata dengan perusahaan sejenis yang tercatat di Bursa Efek Indonesia.
Analis saham PT Verdana Sekuritas, Raymond Kosasih menyebutkan penetrasi jumlah menara di Indonesia termasuk rendah dibandingkan beberapa negara, seperti Brasil atau India. Rasio populasi per menara di Indonesia masih termasuk yang tinggi di kisaran 2.250 dibandingkan Brasil dan India yang berkisar 2.100.
"Dengan keterbatasan jumlah spektrum atau frekuensi, sehingga kebutuhan akan menara bakal tetap tinggi pada masa mendatang," tutur Raymond.
Hal tersebut juga dinilai sebagai peluang besar bagi Mitratel untuk menjalin kemitraan bisnis dengan operator-operator telekomunikasi lainnya di luar Grup Telkom. Model bisnis kemitraan Mitratel dan operator itu bervariasi, yakni skema built-to-suit (membangun menara baru) dan co-location (co-lo). Raymond memproyeksikan minat investor terhadap saham Mitratel cukup tinggi karena membukukan laba bersih.
Rencana IPO Mitratel tidak hanya menjadi momentum emas untuk investor berinvestasi di saham ini, tetapi juga merupakan salah satu penataan portofolio yang dilakukan Telkom Group untuk mengoptimalkan value creation dari Mitratel sehingga dapat memberikan hasil yang optimal bagi stakeholder.
Mitratel akan menggelar IPO dengan menerbitkan maksimal sebanyak 25,5 miliar saham atau setara 29,85% dari modal yang ditempatkan dan disetor. Dengan range harga Rp 775-975 per lembar saham, maka potensi proceed maksimal Rp 19, 79-24, 9 triliun. Target perolehan dana IPO tersebut termasuk salah satu yang terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Jika target dana IPO ini terealisasi maka kapitalisasi pasar Mitratel ini berpeluang mencapai Rp 83,42 triliun atau mengungguli kapitalisasi pasar PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) dan PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR).
Perseroan telah menunjuk penjamin pelaksana emisi efek antara lain PT Mandiri Sekuritas dan PT BRI Danareksa Sekuritas. Mitratel yang disebut-sebut berpotensi sebagai salah satu raja menara di tanah air, akan memakai dana IPO antara lain sekitar 90% untuk belanja modal dan sisanya modal kerja.
Rinciannya, untuk belanja modal itu antara lain sekitar 44% digunakan untuk belanja modal organik antara lain mengembangkan dan memperluas hubungan dengan pelanggan melalui penambahan penyewa kolokasi yang mencakup berbagai pengeluaran terkait dengan penguatan dan penambahan menara.