Jakarta -
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengesahkan peraturan tentang Multiple Voting Share (MVS) untuk mengakomodasi pencatatan saham perdana atau IPO perusahaan teknologi di Indonesia. Aturan ini pun disambut baik oleh berbagai pihak.
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 22/POJK.04/2021 tentang Penerapan Klasifikasi Saham Dengan Hak Suara Multipel (SHSM) oleh Emiten dengan Inovasi dan Tingkat Pertumbuhan Tinggi yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas Berupa Saham.
"Dari segi MVS itu positif, karena itu mendengarkan, mengikuti best practice yang sudah ada, biar kita sebagai perusahaan makin kompetitif. Jadi itu, kita melihat NASDAQ, New York Stock Exchange, Hong Kong di mana kita bisa mengakomodir perusahaan-perusahaan berbasis teknologi, itu aja sih," ujar Founding Partner AC Ventures, Pandu Sjahrir kepada detikcom, Kamis (9/11/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pandu menilai aturan tersebut bisa menambah perusahaan teknologi untuk masuk ke Bursa Efek Indonesia (BEI). Selain itu, bisa memberikan alternatif yang kompetitif bagi perusahaan teknologi.
"Memberikan alternatif bahwa bursa efek Indonesia ini sama kompetitifnya dan juga bisa ngasih benefit sebagai bursa, kalau mereka ingin menjadi perusahaan tbk. Kalau luar negeri lihatnya itu NASDAQ, New York Stock Exchange dan juga Hong Kong itu aja referensinya," ujarnya.
Menurut Pandu, adanya aturan itu juga menambah pilihan alternatif buat perusahaan teknologi Indonesia yang ingin melakukan IPO. Bahkan bisa memantik banyak perusahaan teknologi atau unicorn untuk IPO di dalam negeri.
"Iya dong secara pajak lebih friendly, secara stakeholder engagement lebih bagus, dan sekarang sudah terbukti di tahun ini di bursa. Kita kalau fund raising besar bisa, IPO Bukalapak bisa, IPO Mitratel bisa, jadi kan bagus itu, mau di atas Rp 1 miliar pun orang beli," ujarnya.
Lihat juga video 'Sengketa Merek, Pengacara: Investor Batal Investasi Rp 150 M Gara-gara GoTo':
[Gambas:Video 20detik]
Berlanjut ke halaman berikutnya.
Lebih lanjut ia mengatakan peraturan tersebut sudah mengakomodir berbagai kebutuhan perusahaan teknologi atau unicorn yang ingin IPO. Apalagi aturan tersebut dibuat dari keberhasilan bursa yang ada di luar negeri.
"Jadi memang standarnya kita naikin seharusnya ini masih alternatif yang lebih kuat buat perusahaan-perusahaan teknologi untuk bila ingin menjadi Tbk, melihat Indonesia menjadi alternatif yang kuat, atau yang paling kuat," ujarnya.
"Bagus buat kitanya, buat perusahaan teknologi yang berbisnis di Indonesia dan memiliki pangsa pasar yang besar atau perusahaan Indonesia berbasis teknologi tentu akan melihat bursa efek ini alternatif yang kuat," pungkasnya.
Sebagai informasi, OJK menyebut penerbitan POJK ini disebut merupakan upaya mendorong pendalaman pasar keuangan, khususnya sektor pasar modal, dengan cara mengakomodasi perusahaan yang menciptakan inovasi baru dengan tingkat produktivitas dan pertumbuhan yang tinggi (new economy) untuk melakukan Penawaran Umum Efek bersifat ekuitas berupa saham dan mencatatkan Efeknya (listing) di Bursa Efek Indonesia.
"POJK ini mengatur mengenai penerapan saham dengan hak suara multipel, yaitu satu saham memberikan lebih dari satu hak suara kepada pemegang saham yang memenuhi persyaratan tertentu," tulis OJK dalam keterangan resminya.
Sementara itu, ekonomi digital Indonesia saat ini menyumbang sekitar 3-4% ke Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dan mayoritas berasal dari kontribusi perusahaan teknologi dan unicorn yang sifatnya high-growth. Dengan lebih banyak unicorn yang melantai di bursa domestik, maka dampak dari pertumbuhan mereka dapat langsung berdampak ke ekonomi dan masyarakat Indonesia.
Sementara, tercatat, bobot sektor teknologi dalam IHSG hanya sekitar 0,8%, yakni jauh di bawah bobot di pasar lain seperti Amerika Serikat yang mencapai 27% dalam indeks S&P 500, dan 18% dalam indeks MSCI AC Asia Pacific Index..
Aturan SHSM dari OJK adalah langkah yang positif dan mendorong lebih banyak perusahaan teknologi melantai di Indonesia ketimbang bursa global lainnya, karena aturan ini memang dikhususkan perusahaan yang menciptakan inovasi baru dengan tingkat produktivitas dan pertumbuhan yang tinggi.