"BUMN Karya ini yang termasuk terlambat transformasi dan terlambatnya itu jauh," kata pria yang akrab disapa Tiko ini, dalam acara Power Lunch CNBC Indonesia, Senin (19/6/2023).
Adapun BUMN Karya sendiri merupakan perusahaan plat merah yang bergerak di bidang jasa konstruksi. Saat ini dua di antaranya yakni PT Waskita Karya (Persero) Tbk dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk tengah tersandung kasus permasalahan keuangan.
"Ini membuat kita baru sadar bahwa memang dari sisi sektor industri ini bermasalah. Karena persaingannya sangat ketat sehingga margin di industri kontraktor ini sangat tipis yang membuat memang pelaporan keuangan antara cash flow dan pendapatan laba ini sering terjadi diskoneksi," terangnya.
Akibat dari kondisi ini, kini kedua BUMN Karya tersebut terseret kasus dugaan 'pemolesan' keuangan. Salah satunya Waskita yang mencatatkan cashflow minus Rp 19 triliun dan di saat yang bersamaan juga mencatatkan laba Rp 4,2-4,6 triliun pada tahun 2017-2018.
"Karena memang ini dengan margin tipis ini kalau ada kesalahan memang menjadi kerugian yang kemudian kapan dibukukan," imbuhnya.
Di sisi lain, Tiko percaya bahwa transformasi BUMN bisa membantu perusahaan untuk memperbaiki kinerja. Hal ini dibuktikan dengan BUMN secara keseluruhan berhasil mencatatkan laba terbesarnya pada 2022 yakni Rp 300 triliun. Tidak hanya itu, BUMN juga memberikan sumbangsih dividen terbesar hingga Rp 80 triliun.
"Artinya apa? secara keseluruhan BUMN ini, kinerja kita baik, tapi memang ada beberapa sektor yang terlambat transformasi," ujar Tiko.
Kementerian BUMN sendiri telah mendorong transformasi BUMN selama 3,5 tahun terakhir. Dari jumlahnya yang dulu mencapai 120 perusahaan, setelah adanya langkah holdingisasi dan spesialisasi, kini jumlahnya sekitar 41 perusahaan. (das/das)