IHSG Anjlok, Investor Kudu Piye?

IHSG Anjlok, Investor Kudu Piye?

Retno Ayuningrum - detikFinance
Kamis, 02 Nov 2023 07:00 WIB
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 5% ke level 4.891. Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan sementara perdagangan saham siang ini.
Ilustrasi/Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah cukup dalam pada penutupan perdagangan kemarin. Bahkan IHSG ditutup merosot hingga berkurang 1,63%.

Mengutip data RTI, Rabu (31/10/2023) kemarin, IHSG ditutup anjlok 109,79 poin atau turun 1,63% ke level 6.642. Indeks LQ45 juga tercatat melemah 13,46 poin atau turun 1,51% ke level 878.

Melihat tren tersebut, Pengamat Pasar Modal Reza Priyambada mengimbau para investor untuk jangan terlalu panik. Sebaiknya investor bisa lebih melihat dari sisi kinerja emiten.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kayak invest atau trading itu di saham, kalau yang harus jadi perhatikan itu adalah ya kinerja emiten. Walaupun katakanlah oh terjadi bencana kekeringan, di mana harusnya kan nggak usah terlalu panik selama fundamental dari saham emiten yang dipegang itu masih bertumbuh," kata Reza kepada detikcom, Rabu (1/11/2023) kemarin.

Reza mengatakan, lebih baik jangan sampai ada sentimen-sentimen dari luar fundamental emiten yang memicu kepanikan dari investor. Apalagi sentimen tersebut belum tentu terjadi, misalnya potensi kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) yang belum pasti.

ADVERTISEMENT

Menurutnya, ketidakpastian tersebut seharusnya tidak membuat para investor panik selama saham-saham yang dipegang masih terjaga.

"Kayak potensi kenaikan (suku bunga dolar AS) itu kan belum ada kepastian mereka akan naik berapa persen. Kemudian akan naik berapa kali dan segala macam. Nah itu yang kita lihat banyak pelaku pasar itu masih panik dengan sentimen yang ada," imbuhnya.

Di sisi lain, Ekonom dan Financial Market Specialist Lucky Bayu Purnomo mengatakan sebaiknya para investor mempersiapkan likuidasi portofolio dalam proyeksi jangka panjang. Kemudian lakukan transaksi jangka pendek.

"Dengan kondisi seperti ini maka skema transaksi harus jangka pendek karena tren indeks sudah bergerak volatile," kata Lucky kepada detikcom.

Lucky juga meminta kepada para investor untuk lebih memperhatikan sektor energi. Sektor energi menjadi sektor primadona selama dua pekan terakhir, di mana harga sahamnya sudah mengalami koreksi sampai kepada teritori yang relatif rendah. Sebab itu, IHSG mengalami pelemahan karena pasar komoditi jauh lebih menarik untuk jangka pendek.

Selain itu, sektor energi menjadi sektor yang berhubungan erat dengan faktor internal maupun global, misalnya perang antara Israel dan Hamas.

"Saham-saham yang dapat dipilih adalah saham dengan kapitalisasi menengah dan besar. Beberapa saham pilihannya itulah INCO, PTBA perusahaan gas negara, Amman Mineral," imbuhnya.

Penyebab IHSG tersungkur di halaman berikutnya.

Lihat Video: Menebak Arah IHSG Jelang Potensi Resesi

[Gambas:Video 20detik]




Penyebab IHSG Makin Tersungkur

Pengamat Pasar Modal Hans Kwee menilai pelemahan IHSG akhir-akhir ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor global. Meski begitu, dia menyebut sentimen dalam negeri masih menunjukkan positif. Hal tersebut dikarenakan masih adanya pertumbuhan ekonomi yang stabil dan inflasi yang terkendali.

"(Sentimen dalam negeri) positif sebenarnya, tapi pelemahan rupiah menjadi perhatian dan bunga relatif tinggi," kata Hans Kwee kepada detikcom.

Kemudian, Hans membeberkan faktor eksternal yang memicu pelemahan IHSG, di antaranya laporan inflasi Personal Consumption Expenditures (PEC) mencatat inflasi semakin turun mendekati target Bank Sentral Amerika Serikat (AS), yakni 2% sesuai dengan perkiraan pelaku pasar. Kemudian, keuangan AS semakin membaik dari perkiraan hingga bisa menjadi pendorong penguatan pasar saham.

"Tapi, mengindikasi ekonomi AS lebih kuat sehingga bunga mungkin bertahan tinggi lebih lama. The Fed hampir dapat dipastikan menahan suku bunga acuan tidak berubah di edisi November, tetapi masih terbuka kenaikan di bulan Desember," jelasnya.

Memanasnya konflik Israel dan Hamas serta perlambatan pertumbuhan ekonomi di kawasan Timur Tengah juga menjadi perhatian para pelaku pasar. Apalagi, perang Israel dan Hamas yang berpotensi mendorong harga minyak lebih tinggi.

Kemudian data inflasi menjadi perhatian pelaku pasar pada pekan ini, di mana IHK (Indeks Harga Konsumen) Jerman dan Eropa diperkirakan turun. Sedangkan IHK Indonesia diperkirakan naik 2,6%, tapi tetap dianggap rendah.

"IHSG berpeluang konsolidasi menguat melanjutkan rebound dari tekanan penurunan sebelumnya dengan support di level 6.704 sampai level 6.652 dan resistance di level 6.878 sampai level 6.986," imbuh Hans.

Pengamat Pasar Modal Reza Priyambada menilai pelemahan IHSG akhir-akhir ini disebabkan beberapa faktor global, di antaranya potensi kenaikan suku bunga Bank Sentral AS (The Fed), perubahan iklim, dan El Nino.

"Artinya, apabila krisis-krisis tersebut tidak ditangani dengan tepat ya tentu ini akan mempengaruhi perekonomian global. Nah itu mungkin yang membuat akhirnya pelaku pasar tidak cukup nyaman dengan kondisi tersebut," kata Reza kepada detikcom.

Sementara itu, sentimen dari dalam negeri, Reza mengatakan masih cukup positif. Meski begitu, pergerakan nilai tukar rupiah yang masih menjadi perhatian sehingga membuat pelaku pasar menjauhi market.

Meskipun IHSG sempat menguat, Reza berpendapat kenaikan tersebut tidak bertahan lama. Hal ini dikarenakan para pelaku pasar masih diliputi kekhawatiran.

"Misalkan ada kenaikan, ya kenaikan ini belum belum tentu sustain jadi naik sedikit turunnya banyak. Kalau yang kita lihat kenaikan yang terjadi itu tidak cukup kuat," imbuhnya.


Hide Ads