Dampak dari perubahan iklim sebenarnya mulai berbalik ke manusia itu sendiri. Perubahan iklim mengancam berbagai sendi kehidupan manusia. Intinya eksistensi manusia di bumi juga bisa terancam.
Food and Agriculture Organization (FAO) yang merupakan bagian dari PBB sudah berkali-kali memperingatkan bahayanya perubahan iklim. Dalam publikasi yang terbaru, FAO menempatkan pembahasan tentang perubahan iklim di paling awal. Hal ini untuk menunjukkan betapa seriusnya permasalahan ini.
Dalam publikasi itu disebutkan bahwa suhu global saat ini sudah naik 1,2 Β°C dibandingkan suhu pada masa pra-industri. Perubahan iklim telah memperburuk serangkaian peristiwa ekstrem seperti gelombang panas, kekeringan, kebakaran hutan, angin topan, dan banjir.
Mungkin kebanyakan orang berpikir bahwa perubahan iklim dampaknya terhadap pangan adalah terganggunnya masa produksi atau tanam. Namun ternyata ada hal yang lebih menyeramkan dari itu.
FAO menyatakan bahwa peningkatan suhu, kekeringan parah, hujan lebat, kenaikan permukaan laut dan sebagainya memiliki implikasi serius terhadap berbagai kontaminan biologis dan kimia dalam makanan dengan mengubah virulensi, keberadaan dan distribusinya.
Hal ini meningkatkan risiko manusia bisa terkena bahaya bawaan makanan. Selain itu, globalisasi yang cepat dalam rantai pasok pangan memfasilitasi peningkatan bahaya bawaan makanan dan memberikan peluang bagi insiden bawaan makanan lokal untuk menjadi wabah internasional.
Komitmen RI Capai Net Zero Emission Lewat Bursa Karbon
Untuk itu keseriusan dari berbagai pihak untuk mengatasi perubahan iklim ini harus ditunjukkan. Di Indonesia sendiri sudah dimulai di berbagai lini, salah satunya di pasar modal Indonesia.
Belum lama ini diluncurkan perdagangan bursa karbon yang dikelola oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI). Sebelum bursa karbon meluncur, Otoritas Jasa Keuangan (OJK)menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon. POJK ini menjadi pedoman dan acuan perdagangan karbon lewat bursa karbon.
POJK ini juga merupakan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang mengamanatkan pengaturan lebih lanjut Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon. Regulasi ini juga menjadi bagian untuk mendukung pemerintah melaksanakan program pengendalian perubahan iklim melalui pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK), sejalan dengan komitmen Paris Agreeement.
Lalu pada 18 September 2023 OJK menerbitkan izin usaha kepada BEI untuk menjadi penyelenggara Bursa Karbon.
Diresmikan Jokowi
Pada 26 September 2023, akhirnya Bursa Karbon resmi diluncurkan. Orang nomor 1 di Indonesia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun turun langsung untuk meresmikan wadah perdagangan karbon pertama RI tersebut.
Menurut Jokowi, Bursa Karbon adalah kontribusi nyata Indonesia untuk berjuang melawan krisis iklim dan perubahan iklim. "Hasil perdagangan ini akan direinvestasi kembali kepada upaya menjaga lingkungan khususnya melalui pengurangan emisi karbon," beber Jokowi saat itu.
Jokowi yakin bursa karbon memiliki potensi yang besar dalam hal perdagangan. Alasannya karena Indonesia memiliki banyak kekayaan nature based solution. Indonesia juga diklaim Jokowi bisa menjadi satu-satunya negara yang 60% pemenuhan pengurangan emisi karbonnya berasal dari sektor alam.
"Di catatan saya kurang lebih 1 giga ton CO2 yang berpotensi dikredit karbon dan bisa ditangkap," terang Jokowi.
Bila dikalkulasi, Jokowi bilang potensi perdagangan Bursa Karbon di Indonesia juga sangat besar. Dia mengatakan potensinya mencapai Rp 3.000 triliun.
Cara Kerja Bursa Karbon dan Manfaatnya
Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Jeffrey Hendrik mengatakan, salah satu manfaat paling utama yang didapatkan atas berdirinya bursa karbon ini ialah dalam membantu menurunkan emisi CO2 atau gas rumah kaca. Lewat pasar karbon ini, perusahaan yang mampu menekan emisi bisa menjual kredit karbonnya kepada perusahaan yang melewati batas emisi sehingga terbentuklah skema insentif-disinsentif.
"Selama ini, selama belum ada bursa karbon, upaya apapun yang dilakukan untuk mengurangi emisi, apakah ada rewardnya? Tidak ada," katanya, kepada detikcom.
"Ke depan dengan adanya bursa karbon ini, siapapun yang melakukan upaya pengurangan emisi rewardnya adalah bentuk sertifikasi unit karbon di mana unit karbonnya punya nilai ekonomi," sambungnya.
Di sisi lain, bursa karbon juga mengakomodasikan 'hukuman' alias punishment untuk perusahaan-perusahaan yang menghasilkan emisi melampaui batasan. Perusahaan tersebut harus mengkompensasikannya lewat pembelian kredit karbon sesuai dengan jumlah pengurangan angka kredit karbon yang dibutuhkannya.
Dengan adanya bursa karbon, perusahaan-perusahaan yang telah berupaya mengurangi emisi akan memperoleh nilai ekonomi. Salah satunya, mereka diberikan keleluasaan untuk menjual kembali produknya mengikuti harga pasar. Mirip dengan saham, di bursa karbon untuk pasar reguler, pembeli dan penjual menentukan harga sehingga terjadi continous auction.
"Yang beli unit karbon itu bisa saja mau disimpan untuk dijual lagi kalau harga naik. Itu ada keuntungan," katanya.
Akan tetapi, menurutnya justru kebanyakan pihak-pihak yang turut serta dalam perdagangan karbon tidak hanya mencari keuntungan dalam bentuk capital gain atau deviden. Banyak juga pihak yang membeli untuk digunakan atau dipensiunkan atas nama pihak pembeli tersebut.
Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada menilai, Bursa Karbon pada dasarnya merupakan salah satu upaya untuk mengendalikan emisi melalui keterlibatan dunia usaha.
"Bursa karbon kan basically salah satu upaya membantu untuk mengurangi atau mengendalikan tingkat polusi melalui sertifikat karbon. Jadi, perusahaan diharapkan dapat terlibat dalam mengendalikan emisinya. Nah, pengendalian tersebut difasilitasi dengan melalui bursa karbon tersebut," katanya kepada detikcom.
Keberadaan Bursa Karbon ini juga diharapkan menjadi sumber ekonomi baru melalui transaksi sertifikat karbon. Oleh karena itu, ia mengatakan, perlu sosialisasi yang lebih luas terkait transaksi di Bursa Karbon.
"Balik lagi dari para pelaku industri, seberapa besar awareness mereka-mereka terhadap pemanfaatan transaksi sertifikat emisi di Bursa Karbon tersebut," katanya.
PT Pertamina (Persero) merupakan salah satu perusahaan yang berpartisipasi dalam Bursa Karbon. Bahkan, perusahaan pelat merah menjual unit karbonnya saat perdagangan perdana Bursa Karbon.
"Ini suatu milestone yang sangat penting dan strategis bagi Pertamina karena merupakan wujud nyata dari komitmen Pertamina untuk terus mengakselerasi transisi energi menuju Net Zero Emission. Jadi, pada perdagangan karbon yang pertama ini, unit karbon yang dijual itu adalah dari Pertamina New & Renewable Energy, yaitu dari PLTP Lahendong Unit 5 dan 6. Bisa dilihat kalau negara lain menunggu 3-4 bulan untuk jadi transaksi, ini langsung habis, unitnya sudah langsung habis sekarang. Jadi, pasar merespon dengan baik," kata Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina dalam keterangannya.
Nicke menambahkan, jika dibandingkan dengan negara tetangga, Bursa Karbon Indonesia ini berjalan dengan cepat dengan volume yang besar. Menurutnya, hal tersebut merupakan sebuah kebanggaan.
"Jadi, kita patut berbangga, dan saya ingin mengajak seluruh jajaran dan juga subholding, anak perusahaan untuk secara aktif berkontribusi berperan dalam semua program Net Zero Emission Indonesia karena Pertamina group ini memerankan posisi yang penting untuk pencapaian itu dan hari ini Presiden menyampaikan bahwa ini merupakan wujud nyata. Bukan hanya sekedar rencana bagi Pertamina, tapi kita lakukan suatu langkah nyata dan hari ini salah satu bukti konkrit di mana Pertamina group mendorong transisi energi menuju Net Zero Emission di 2060," lanjutnya.
Pertamina New and Renewable Energy (Pertamina NRE), sebagai anak usaha Pertamina sekaligus agregator pasar karbon di Pertamina Group, adalah satu-satunya penjual yang bertransaksi di IDXCarbon saat peluncuran. Pertamina NRE memiliki kredit karbon dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi Lahendong Unit 5 dan 6, dengan volume sekitar 864 ribu tCO2e, yang dihasilkan selama periode 2016 - 2020. Kredit karbon ini telah memenuhi standar nasional yang ditetapkan oleh KLHK.
Adapun mengutip dari laman IDX, perusahaan-perusahaan yang berperan sebagai pembeli unit karbon pada perdagangan perdana IDXCarbon, yaitu di antaranya PT Bank Central Asia Tbk, PT Bank CIMB Niaga Tbk, PT Bank DBS Indonesia, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT BNI Sekuritas, PT BRI Danareksa Sekuritas (bagian dari PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk), PT CarbonX Bumi Harmoni, PT MMS Group Indonesia, PT Multi Optimal Riset dan Edukasi, PT Pamapersada Nusantara, PT Pelita Air Service, PT Pertamina Hulu Energi, PT Pertamina Patra Niaga, PT Truclimate Dekarbonisasi Indonesia, dan PT Udara Untuk Semua (Fairatmos).
"Pengembangan bisnis karbon, yang meliputi perdagangan karbon dan pengembangan proyek karbon, adalah salah satu prioritas Pertamina NRE dalam mendukung strategi Net Zero Emission Pertamina serta aspirasi keberlanjutan dan transisi energi Indonesia," ujar Dannif Danusaputro, CEO Pertamina NRE. (acd/das)