Tren Suku Bunga Tinggi, Bos BEI Tetap Pede IPO Ramai di 2025

Tren Suku Bunga Tinggi, Bos BEI Tetap Pede IPO Ramai di 2025

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Kamis, 02 Jan 2025 20:30 WIB
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman/Foto: Samuel Gading/detikcom
Jakarta -

Bursa Efek Indonesia (BEI) tetap optimistis minat perusahaan melaksanakan Initial Public Offering (IPO) akan tinggi tahun ini. Optimisme ini terjadi meski dibayangi suku bunga tinggi.

Direktur Utama BEI Iman Rachman mengatakan, dirinya tetap optimistis IPO tetap ramai di tengah potensi suku bunga tinggi dan pelemahan rupiah 2025. Menurutnya, pertumbuhan jumlah IPO bergantung pada dua hal, yaitu penawaran (supply) dan permintaan (demand).

"Saya sudah sampaikan tahun lalu, kita masih ada sekitar 20 (perusahaan) di pipeline yang carry forward ke tahun ini (IPO)," kata Iman ditemui di Gedung BEI, Jakarta Selatan, Kamis (2/12/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nah, tentu saja mereka akan melihat dan berhitung kalau tingkat bunganya tinggi, apakah mereka ke pasar modal? Mungkin lewat suatu utang, atau perbankan, atau IPO," sambungnya.

Menurut Iman, keputusan perusahaan melakukan IPO merupakan sebuah pilihan. Oleh karena itu, ia mengaku tak khawatir akan sepi. Pihaknya menargetkan pada 2025 ada 66 perusahaan yang IPO.

ADVERTISEMENT

"Kalau kita bicara di IHSG, itu kan di sisi demand side, permintaan investornya. Targetnya kita sudah sampaikan tahun lalu, target kita 66 (perusahaan)," ujarnya.

Sebagai informasi, sebelumnya Deputi Komisioner Pengawas Pengelolaan Investasi Pasar Modal dan Lembaga Efek OJK, Aditya Jayaantara menuturkan, pertumbuhan ekonomi 2025 akan dihadapkan dengan tren inflasi, suku bunga bank sentral tinggi, ketegangan geopolitik, hingga kebijakan ekonomi proteksionis Amerika Serikat (AS).

"Tantangan yang perlu kita antisipasi, mulai dari tren inflasi dan pertumbuhan PDB global, tren suku bunga bank sentral, dan tentunya tensi geopolitik yang masih berantem, dan kecenderungan arah kebijakan ekonomi dari Uncle Sam, yang menurut pendapat kami cenderung sedikit proteksionistis," kata Aditya dalam Konferensi Pers Peresmian Penutupan Perdagangan BEI Tahun 2024, di Kantor BEI, Jakarta, Senin (30/12/2024).

Meski begitu, ia menyebut, tingginya ketidakpastian pasar global tidak hanya berdampak pada perekonomian Indonesia, melainkan juga banyak negara lainnya. Bahkan, kata Aditya, pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung stabil.

(shc/ara)

Hide Ads