Biang Kerok Rupiah Keok Digebuk Dolar AS

Retno Ayuningrum - detikFinance
Jumat, 26 Sep 2025 06:30 WIB
Ilustrasi/Foto: Grandyos Zafna
Jakarta -

Nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah pada perdagangan Kamis (25/9). Nilai tukar dolar AS hampir menyentuh level Rp 16.800. Dikutip dari Bloomberg, dolar AS naik 53,0 poin atau 0,32% di level Rp 16.737.

Pengamat Ekonomi, Mata Uang & Komoditas Ibrahim Assuaibi menilai rupiah diperkirakan dapat melemah hingga ke level Rp 17.000 per dolar AS. Menurutnya, peluang dolar AS menyentuh level Rp 17.000 sangat mungkin terjadi apabila rupiah melemah hingga Rp 16.800.

"Kalau seandainya tembus di level Rp 16.800, ada harapan bahwa dalam bulan Oktober, rupiah tembus di Rp 17.000, itu sangat mungkin sekali terjadi," kata Ibrahim dalam keterangannya, Kamis (25/9/2025).

Faktor Penguatan Dolar AS

Ibrahim menerangkan penguatan dolar AS dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Dari eksternal, penguat dolar AS di antaranya dipicu oleh meningkatnya ketegangan di Eropa. Apalagi, usai pidato Presiden AS Donald Trump di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengingatkan agar Eropa tidak terus membeli minyak Rusia.

Meskipun belum ada langkah segera yang diumumkan oleh Trump, Ibrahim menilai retorika tersebut meningkatkan resiko geopolitik di pasar. Menurutnya, sanksi tersebut dapat mengganggu ekspor Rusia atau memicu tindakan balasan pasokan oleh Rusia.

"Dengan ketegangan tersebut, kita lihat bahwa Ukraina terus dengan bantuan NATO dan Amerika persenjataannya telah meningkatkan serangan pesawat nirawak terhadap infrastruktur energi Rusia dalam beberapa minggu terakhir yang menargetkan kilang minyak dan terminal ekspor untuk mengurangi pendapatan ekspor Moskow," jelas Ibrahim.

Dari sisi internal, Ibrahim menilai dipengaruhi oleh pernyataan-pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang dinilai tidak pro pasar, seperti penolakan program tax amnesty. Menurutnya, tax amnesty sangat dinantikan oleh pasar. Di sisi lain, tax amnesty di situasi seperti sekarang sangat dibutuhkan.

"Dulu pada saat pemerintahan Jokowi di bawah Menteri Keuangan Sri Mulyani ada tiga kali melakukan tax amnesty dan itu disambut positif oleh pasar. Nah tetapi di zamannya Prabowo tax amnesty itu yang tadinya akan digulirkan tetapi dihentikan oleh Purbaya karena dianggap bahwa ada kong kali kong pengusaha dalam masalah tax amnesty. Nah ini rupanya pasar merespon negatif terhadap pernyataan-pernyataan Purbaya tentang penolakan dari tax amnesty," terangnya.




(rea/acd)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork