Caranya dengan mengubah skema pembangunannya dari Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) menjadi penugasan untuk PT Pertamina (Persero).
Dengan skema penugasan, Pertamina bisa bergerak cepat memilih partner untuk pembangunan kilang, seperti saat memilih Rosneft untuk proyek GRR Tuban. Berkaca dari GRR Tuban, Pertamina dapat memilih partner dalam waktu hanya 3 bulan. Lalu Joint Venture (JV) untuk proyek GRR Tuban terbentuk 6 bulan kemudian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sampai saat ini, pemerintah masih mempertahankan skema KPBU untuk GRR Bontang. Masih belum diputuskan apakah skema tersebut akan diubah atau tidak.
"Masih dalam evaluasi internal Kementerian Keuangan," ujarnya.
Bila menggunakan skema KPBU, pertama-tama perlu dibuat regulasi dalam bentuk Keputusan Menteri (Kepmen) untuk menunjuk Pertamina menjadi Penanggung Jawab Proyek Kerja sama (PJPK) GRR Bontang.
Lalu pemerintah melakukan tender untuk memilih konsultan pendamping, yang kemudian juga ditetapkan melalui Kepmen. Konsultan pendamping inilah yang melakukan tender untuk memilih partner Pertamina di proyek GRR Tuban.
Proses pemilihan partner lebih panjang dibanding skema penugasan. Saat ini, konsultan pendamping belum ditunjuk pemerintah, tendernya pun belum. Maka Pertamina belum bisa bergerak.
"Khusus Bontang kan PJPK, kalau belum ada otorisasi dari pemerintah, kami belum bisa mulai," ucap Hardadi.
Setelah partner terpilih, langkah selanjutnya adalah membentuk JV. Lalu mulai dibuat desain kilang dan proyek bisa dikerjakan dalam waktu kira-kira 4 tahun.
Kalau Pertamina diberi penugasan membangun GRR Bontang sebelum pertengahan 2017, proyek bisa selesai 2022. Dari sisi pendanaan, kata Hardadi, Pertamina siap.
"Kita siap. Kilang baru, kalau cepat empat tahun," tutupnya. (drk/drk)