Pertamina Tak Sanggup Rampungkan Proyek Kilang di 2023, Ini Kata ESDM

Pertamina Tak Sanggup Rampungkan Proyek Kilang di 2023, Ini Kata ESDM

Michael Agustinus - detikFinance
Rabu, 07 Jun 2017 19:33 WIB
Foto: Hasan Al Habshy
Jakarta - PT Pertamina (Persero) akhirnya memundurkan target penyelesaian proyek-proyek kilang minyak. Awalnya semua proyek kilang direncanakan selesai semua pada 2023. Tetapi sekarang tiap proyek mundur 1-2 tahun.

Keputusan ini diambil dengan pertimbangan kemampuan finansial. Saat ini Pertamina tengah menjalankan 4 proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) alias modifikasi kilang Cilacap, Balikpapan, Balongan, dan Dumai. Selain itu ada 2 proyek Grass Root Refinery (GRR) atau pembangunan kilang baru di Tuban dan Bontang.

Tiap proyek RDMP membutuhkan biaya investasi kurang lebih sebesar US$ 5 miliar atau Rp 65 triliun, sedangkan 1 proyek GRR nilainya sekitar US$ 12,5 miliar alias Rp 162,5 triliun. Artinya semua proyek itu memakan biaya US$ 45 miliar atau Rp 585 triliun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Kemampuan keuangan Pertamina ternyata tak cukup kuat untuk menggenjot proyek-proyek kilang selesai di 2023, meski sudah bermitra dengan Rosneft di GRR Tuban dan Saudi Aramco di RDMP Cilacap. Itulah sebabnya proyek diulur, supaya beban keuangan Pertamina tak terlalu berat.

Selain proyek-proyek kilang, pemerintah juga memberi banyak penugasan lain pada Pertamina, mulai dari sektor hulu hingga hilir migas. Di hulu misalnya, Pertamina diserahi tanggung jawab mengelola Blok Mahakam yang butuh investasi sekitar US$ 2 miliar alias Rp 26 triliun per tahun.

Baru-baru ini, 8 blok terminasi yang habis kontraknya pada 2018 juga diserahkan ke Pertamina. Untuk bisnis di hulu saja, Pertamina sudah habis triliunan rupiah.

Lalu ada penugasan BBM Satu Harga yang sejauh ini sudah dijalankan di 12 daerah. Program BBM Satu Harga ini menggerogoti laba Pertamina hingga Rp 5 triliun per tahun. Belum lagi Pertamina juga harus membangun infrastruktur migas, menyalurkan Elpiji 3 kg, BBM subsidi, dan sebagainya. Begitu banyak tugas yang dibebankan pada Pertamina.

Terkait masalah ini, Kementerian ESDM sedang mempertimbangkan 2 opsi solusi untuk mempercepat proyek kilang. Opsi pertama, kepemilikan Pertamina dikurangi, porsi saham swasta yang menjadi mitra Pertamina di proyek kilang diperbesar. Dengan begitu, proyek kilang tak lagi terhambat masalah biaya.


"Itu sedang kita diskusikan, opsinya bisa saja share-nya Pertamina dikecilkan, partner-nya lebih besar, jadi bisa lebih cepat geraknya," kata Dirjen Migas Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja, saat ditemui di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (7/6/2017).

Opsi solusi yang kedua, jadwal pembangunan proyek kilang diundur sehingga beban keuangan Pertamina terbagi, tidak langsung terkonsentrasi pada waktu yang sempit. "Pembangunannya diundurkan, pembangunannya jadi lebih bertahap. Ini opsinya sedang dikaji," tukasnya.

Pemerintah, kata Wirat, lebih cenderung memilih opsi yang pertama karena ingin kilang minyak segera terbangun. Kalau tak segera membangun kilang baru, impor BBM akan makin membengkak.

"Kalau pemerintah sih inginnya lebih cepat lebih baik, karena kita kan impor BBM banyak sekali. Semakin cepat dibangun lapangan kerja tercipta, ekonomi lebih baik dan impor berkurang. Jadi pemerintah ingin lebih cepat," tegasnya.

Sementara Pertamina lebih cenderung memilih opsi kedua. "Kalau Pertamina mengajukan berbagai opsi, termasuk yang pentahapan itu. Jadi tadinya 2023 selesai semua jadi diundur, jadi bertahap selesainya karena kemampuan keuangan," tutupnya. (mca/ang)

Hide Ads