Jakarta -
Proyek pembangunan PLTU Riau-1 dihentikan. Proyek ini tersandung permasalahan hukum setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Saragaih dan Johannes Budisutrisno Kotjo, pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited.
Kasus itupun ikut menyeret Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir yang kini berstatus saksi. KPK menggeledah rumah Sofyan pada Minggu 15 Juli 2018 untuk mengambil beberapa berkas.
Proyek ini sejatinya belum berjalan dan baru dalam tahap letter of intent (LoI). Namun PLN melalui anak usahanya PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) menghentikan proyek tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada kemungkinan PJB bisa menunjuk mitra kerja lainnya untuk menjalankan kembali proyek PLTU mulut tambang itu. Namun hal itu bisa dilakukan setelah proses hukum selesai dilakukan.
Sofyan menegaskan lantaran proyek tersebut terkendala kasus hukum, maka proyek tersebut dihentikan saat ini. Keputusan itu juga tertuang dalam LoI yang telah ditandatangani oleh PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) dan pihak konsorsium.
"Begitu ada kasus hukum kita berhentikan. Itu ada dalam LoI, bahwa jika ada permasalahan hukum dihentikan sementara dan dikaji kembali," tambahnya.
PLTU Riau-1 sendiri tak lepas dari perusahaan multinasional BlackGold Natural Resources Limited atau BlackGold. Proyek ini kerjasama antar 2 kubu yakni kubu PJB dan PLN Batubara dengan konsorsium anak usahan Blackgold PT Samantaka Batubara dan China Huadian Engineering Co Ltd (CHEC).
Proyek ini untuk sementara waktu dihentikan lantaran adanya proses hukum yang tengah berjalan. Sofyan mengaku tidak tahu sampai kapan proyek itu dihentikan, namun dia memastikan bahwa proyek itu tidak akan mangkrak dan bisa dilanjutkan kembali.
Konsorsium swasta itu sendiri dipilih berdasarkan penunjukan langsung yang dilakukan oleh anak usaha PLN. Sebab dalam proyek itu PLN memiliki saham sekitar 51% atau menguasai.
"Jadi anak usaha kami 51% sementara konsorsium sana 49%. Tapi kita tidak bisa langsung nunjuk konsorsium lain lagi karena ada persyaratan khusus dan kajiannya panjang," tegasnya.
Proyek PLTU Riau-1 bukan proyek main-main nilainya cukup besar. Proyek itu nilainya mencapai US$ 900 juta atau sekitar Rp 12,6 triliun (kurs Rp 14.000).
Namun menurut Sofyan Basir proyek pembangkit listrik memang membutuhkan dana yang besar. Mengingat teknologi yang dibutuhkan.
"Memang terlihat besar proyek PLTU bisa sampai Rp 20 sampai Rp 50 triliun, kalau bangun tol bisa 1.000 km. Tapi kalian harus tahu bagaimana teknologi yang dipakai untuk membangun PLTU," tuturnya.
Proyek ini sendiri merupakan kerjasama antar 2 kubu yakni kubu PJB dan PLN Batubara dengan konsorsium anak usahan Blackgold PT Samantaka Batubara dan China Huadian Engineering Co Ltd (CHEC).
Sofyan pun yakin bahwa kasus suap terjadi hanya ada di kubu konsorsium swasta. Sebab yang tertangkap memberikan suap adalah Johannes Budisutrisno Kotjo, pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited.
"Saya enggak ngerti permasalahan itu. Itu di kubu bagian sana," ujarnya.
Meski kasus hukum ini melibatkan anak usaha PLN, namun Direktur Utama PLN Sofyan Basir ikut terseret. Meski berstatus saksi, rumahnya pun digeledah oleh KPK.
Sofyan pun menjelaskan terkait kejadian yang terjadi pada Minggu, 15 Juli 2018 kemarin. Saat rumahnya digeledah Sofyan tidak berada ditempat. Dirinya pun mengaku kaget mendengar kejadian tersebut.
"Waktu penggeledahan saya tidak di rumah, kemudian saya datang ya kaget. Itu lumrah," terangnya.
Meski begitu, Sofyan mengaku bersikap kooperatif dengan para petugas KPK yang mendatangi rumahnya. Dia memberikan semua dokumen yang dibutuhkan oleh KPK.
"Penggeledahan dilakukan terbuka, saya bangga dengan cara kerja professional KPK," tambahnya.
Meski begitu, Sofyan mengaku akan terus bersikat kooperatif dengan petugas KPK. Kapan pun dirinya akan memberikan dokumen yang dibutuhkan KPK.
"PLN akan kooperatif untuk memberikan keterangan jika diperlukan oleh KPK," tambahnya.
Direktur Utama PLN Sofyan Basir ikut terseret dalam kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1. Rumahnya digeledah petugas KPK yang hendak mengambil beberapa berkas.
Lalu pertanyaannya mengapa Sofyan menyimpan berkas-berkas pekerjaannya di rumahnya?
Sofyan mengaku dirinya sering membawa berkas-berkas pekerjaannya ke rumah. Tujuannya untuk meneruskan pekerjaan yang tidak sempat dikerjakan di kantor.
"Apakah dokumen disimpan di rumah? tidak, dokumen adanya di kantor. Tapi untuk beberapa hal saya di kasih copiannya untuk dibaca di rumah. Karena kadang enggak sempat baca di kantor," terangnya.
Sofyan menegaskan dokumen yang dia bawa ke rumahnya hanya dokumen-dokumen yang bersifat umum. Sementara dokumen rahasia tetap berada di kantornya.
"Jadi beberapa seperti surat menyurat yang mau ditandatangani, laporan keuangan, cash flow, masalah likuiditas semua kadang dibaca di rumah," tambahnya.
Saat ini Sofyan mengaku dirinya hanya berstatus saksi. Dia juga menegaskan bahwa dirinya siap untuk memberikan dokumen-dokumen lain yang dibutuhkan oleh KPK.
Halaman Selanjutnya
Halaman