Sudirman Said soal Freeport: Sikap Presiden Berubah-ubah

Sudirman Said soal Freeport: Sikap Presiden Berubah-ubah

Fadhly Fauzi Rachman - detikFinance
Senin, 25 Feb 2019 18:09 WIB
Sudirman Said soal Freeport: Sikap Presiden Berubah-ubah
Foto: Muhammad Ridho
Ini juga bukan karena Pak Sudiman di pihaknya 02, kemudian membuka ini semua terkait 01?
Sekali lagi apa yang terjadi belakangan ini, itu bukan hal baru, hal yang pernah di tulis oleh media, oleh media cetak, oleh media online, dan mungkin juga TV pernah memuat. Jadi kalau dicek ada jejaknya, bukan hal baru.

Kemudian saya sekarang ada di pihak oposisi, katakanlah yang sedang berjuang untuk melakukan pembaruan pemerintahan, itu hal yang normal saja. Bahwa harus terjadi satu dialektika untuk pendidikan publik gitu. Dan juga untuk memperjuangkan hak publik atas segala macam informasi yang perlu diketahui harusnya. Jadi harusnya proses ini dijalankan dengan dingin saja nggak usah pakai kayak gini kan, kalau lihat bahasanya seperti ada yang mengatakan, hanya dua kemungkinan, Pak Sudirman itu pembohong atau penjilat, ya Allah kejam amat ini.

Saya itu nggak bisa jadi pembohong yang sukses karena pembohong yang sukses itu harus bohong terus menerus. Saya nggak bisa kemudian kalau ngomong penjilat ini air liur saya terbatas, jadi nggak mungkin jilat-jilat lah gitu ya. Jadi saya nggak ada tipe begitu.

Sekali lagi sebagai orang yang dididik oleh negara, menurut saya tiap-tiap kita itu punya tanggung jawab, punya tanggung jawab meluruskan apa yang bengkok, memberitahu pada masyarakat apa yang benar di mana pun berada. Tentu saja caranya berbeda-beda, kalau kita berada di dalam kekuasaan, di dalam pemerintahan lewat sistem, kalau kita jadi pernah dia NGO ya lewat opini-opini, lewat proses kayak begini. Kalau di oposisi dia lewat kritik, lewat masukan. Jadi harusnya dinamika itu dihargai bukan kemudian seperti kebakaran jenggot.

Pak sebagai salah satu direktur debatnya Pak Prabowi-Sandi, itu kemarin yang soal Freeport, Petral, itu tidak dijadikan bahan materi untuk debat kemarin?
Saya kira waktu terbatas ya, masalahnya begitu banyak. Waktu 90 menit dibagi dua, dibagi, dikurangi dengan prosedur segala macam, efektif berapa sih. Sementara materinya saja lima. Infrastruktur, energi, pangan, SDA, kemudian lingkungan hidup. Jadi akhirnya Pak Prabowo memilih hal-hal yang prinsip, yang sifatnya filososif, strategi, dan harapannya kan ini bagus, karena misalnya saya tadi ke Gajah Mada itu diundang untuk memaparkan program-program, visi-misi di bidang energi dan pangan. Kemudian sekarang kan TV atau forum-forum kaya membuat elaborasi. Jadi ini bagus. Tapi tidak mungkin semua hal itu bisa dicover oleh kandidat lah.

Jadi memang yang soal Petral sama Freeport tidak dimasukkan dalam briefing dalam menjelang debat Pak Prabowo?
Kita Jelaskan situasinya. Tapi itu kan kasus yang sangat elit, yang tahu juga tidak banyak kan. Jadi kita memilih poin-poin yang memang di tunggu oleh masyarakat banyak pertanian, pangan, pupuk, kemudian bagaimana nelayan kita bangun itu yang harus jadi perhatian.

Pada kaitannya kemudian karena tidak muncul di debat, setelah debat ingin dimunculkan?
Ya itu kan pandangan boleh-boleh saja, tapi saya kira proses kampanye, ini debatkan bukan satu-satunya proses. Debat itu itu hanya 5 kali berlangsung bergantian presiden dam wakil presiden, dan waktunya terbatas, sudah pasti tidak mungkin mengcover semua hal. Dan wajar saja bila semua belum dicover kita munculkan di luar. Itu juga proses yang sehat saja dari pihak 01 petahana juga boleh begitu.

Pak Sudirman yang masih menjadi misteri adalah siapa yang sebenarnya mencegah Pak Sudirman untuk melaporkan hasil audit Petral ini ke KPK?
Ya mungkin belum perlu disebut kali ya, nanti-nanti saja lah. Tapi orang itu, orang yang penting, orang yang dipercaya presiden.

Selevel menteri atau?
Mungkin ya selevel menteri. Nanti lah pada waktunya diceritakan.

Sekarang masih menjabat?
Nggak di tempat yang sama. Ini kaya teka-teki saja.

Lalu soal Freeport tadi, yang pertemuan itu menarik juga, pertemuan yang dengan Moffet yang pagi pada tanggal 6 Oktober itu, selain Pak Sudirman, presiden, dan Jim Moffet, ada menteri lain yang tahu?
Tidak ada, kan saya jelaskan sebelum masuk ruangannya pun diberi pesan ini tidak ada. Jadi mungkin maksudnya tidak tercatat karena itu tidak ada pihak lain yang di situ.

Dan waktu itu, lewat ajudannya tidak diberitahu bahwa ini soal Freeport sehingga Pak Sudirman tidak telepon dulu ke Menko atau konsultasi ke Menteri Koordinator Maritim?
Kadang-kadang begitu dipanggil, ketemu, begitu saja. Terus itu proses biasa saja, sering begitu kok.

Freeport sudah 51% menjadi milik Indonesia, kemudian Petral sudah dibubarkan, menurut Pak Sudirman ini suatu langkah kebijakan Pak Jokowi yang positif atau bagaimana?
Ini suatu progres, suatu pencapaian Indonesia dan tidak ada keputusan yang sempurna. Tetapi yang mesti dijaga adalah konsistensi dari bagaimana reformasi sektor ini itu satu prestasi. Tapi sebetulnya pr-nya kan masih banyak. Umpamanya kan kalau kita bicara energi, listrik dan minerba itu, dari mulai kilang, listrik, kemudian energi terbarukan, bagaimana Pertamina, bagaimana PLN.

Tapi ini kan banyak sekali. Misalnya apa kabar Kilang Masela, keputusannya waktu itu sangat politis sehingga begitu diambil keputusan proyeknya terhenti. Itu investasi US$ 25 miliar. Kemudian kilang Pertamina yang dulu ada rencana 6 proyek, sekarang juga tidak ada kaba. Kemudian listrik 35.000 Megawatt, barangkali sepertiga, barangkali yang selesai mungkin juga nggak sampai.

Renewable energi, saya berkali-kali di mana-mana mengatakan dengan percaya diri, bahwa kebijakan terakhir terhadap energi baru terbarukan itu membunuh industri energi baru terbarukan. Karena tarifnya sangat tidak menarik, tidak ada insentif segala macam. Begitupun soal-soal yang berkaitan dengan hulu. Jadi ada banyak masalah yang sebetulnya dulu dalam desain pembenahan energi itu tidak berjalan. Malahan menurut saya, dan itu ditulis dalam media The Economist, oleh banyak media internasional, justru kebijakan-kebijakan populis itu kemudian membuat ekonomi kita menjadi terkendala pertumbuhannya dan yang disebut fundamental reform tidak terjadi, dan itu dari segi perencanaan ke depan itulah PR kira bersama. Siapapun yang memerintah nanti dan mudah-mudahan Pak Prabowo terpilih maka itu PR kita yang harus kita kerjakan.

Sudah siap menduduki posisi Menteri ESDM lagi kalau Pak Prabowo terpilih?
Nggak lah, saya kan sekarang politisi. Saya sekarang maju sebagai Caleg, dan saya mengatakan yang terbaik itu kalau menteri sektor tertentu diserahkan pada teknokrat terbaik. Energi itu harus teknokrat, ekonomi harus teknokrat, industri sebaiknya teknokrat. Supaya tidak dicurigai berafiliasi dengan kepentingan politik. Tapi menurut saya mengatakan 'i am non qualified untuk duduk di sana lah'. Saya kepingin menekuni bidang baru sebagai politisi.

Pak Sudirman, ini terkait dengan posisi Pak Sudirman yang kemudian tiba-tiba diakhiri tugasnya sebagai menteri, kalau Pak Sudirman mengatakan kan diakhiri tugasnya Pak Jokowi?
Bukan diakhiri, lulus dipercepat.

Kalau lawan politik bilangnya dicopot atau diberhentikan, tapi kalau Pak Sudirman lulus dipercepat. Ada nggak kaitannya dengan Pak Sudirman yang lulus dipercepat ini dengan sikap Pak Sudirman yang kritis soal Freeport, dengan Masela, soal Petral ini?
Saya nggak tahu ya, karena sekali lagi, diangkat, diberhentikan itu hak presiden, pertimbangannya apa, hanya presiden dan Gusti Allah yang tahu. Tapi boleh dicek ke semua orang, saya tidak pernah sedikitpun merasa negatif ya.

Saya berterimakasih kepada Pak Presiden diberikan kesempatan mengabdi kepada negara, jadi salah kalau orang berpikir kalau saya itu menyimpan perasaan negatif apalagi sakit hati. Nggak ada. Saya bercerita di mana-mana, anak saya itu berkomentar ketika saya berhenti, 'Thanks god, you back to be human again'. Terimakasih alhamdulillah kamu jadi manusia normal lagi.

Jadi menurut saya kita harus mulai meyakini, menyebarluaskan pandangan bahwa, yang namanya jabatan, keuasaan itu tanggung jawab, bukan berkah, bukan rahmat, bukan rezeki. Yang membuat orang itu curang karena itu kan. Kekuasaan dianggap rezeki, ini begitu duduk, ngaco gitu. Saya ini sedang terus menguji diri sendiri, bisa nggak tahan terus menerus begini, karena menurut saya nggak ada yang.. ketika saya diangkat jadi menteri, diberhentikan atau diangkat jadi Dirut Pindad, sama saja nggak ada hal yang luar biasa. Seperti itu.

Masih sering ketemu Pak Jokowi?
Ketemu di berbagai acara. Debat kemarin saya bersalaman dengan baik, nggak ada sedikit pun saya merasa harus punya felling negatif. Di KPU bertemu, salaman dengan Ibu Iriana segala macam, dan saya samper itu ketika debat saya samperin. Karena saya, beliau kan atasan saya, dan presiden kita. Jadi saya tetap memberi respect pada siapapun yang pernah bekerja dengan saya, dan pada... bahka saya menuju Pilkada Jateng pun saya masih pamit lewat orang-orang sekitarnya. Saya minta izin mau meneruskan ini, gitu.

Tidak langsung dengan Pak Presiden ya?
Ya nggak lah, beliau sibuk. Jadi insyaAllah saya jaga hubungan ini dan harus dibedakan dengan urusan pibadi dan urusan publik. Jadi kalau dibikin enteng katanya nggak boleh baperan, karena is a public domain. Public domain itu ya urusan masyarakat, kalau hati itu urusan pribadi. Kalau masih bawa-bawa hati, nggak usah masuk politik saja, gitu. (fdl/fdl)

Hide Ads