Perencana Utama kedeputian Maritim dan Sumber Daya Mineral Kementerian PPN/Bappenas Hanan Nugroho mengatakan, RPJMN tersebut akan mengatur batasan produksi hingga ekspor batu bara. Nantinya, batasan untuk ekspor batu bara dalam lima tahun ke depan diusulkan turun.
"Ini belum formal ya, masih disiapkan oleh tim di Bappenas. Kami kan bertugas memberikan masukan ke presiden. Dukungan formalnya untuk Perpresnya tuh baru akan terbit Januari 2020. Tapi kami usulkan memang turun (batasan ekspor batu bara)," kata Hanan dalam sebuah diskusi di Kuningan, Jakarta, Kamis (18/7/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hanan mengatakan, usulan untuk penurunan batasan ekspor batu bara ini dimaksudkan agar Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki Indonesia lebih difokuskan untuk ketahanan energi nasional. Untuk itu, kata Hanan, jatah ekspor dinilai perlu dikurangi.
"Turun ini dimaksudkan untuk lebih memprioritaskan ketahanan energi nasional kita ke depan, proyeksikan ekonomi tumbuh, terus ini akan butuhkan energi. Energi yang kita punya paling banyak itu batu bara. Jadi disiapkan untuk optimalkan pasokan energi nasional ke depan," jelasnya.
Meski begitu, Hanan masih belum mau merinci berapa penurunan jatah ekspor batu bara yang diusulkan dalam RPJMN. Untuk RPJMN 2015-2019 sendiri, Bappenas menetapkan target produksi dan ekspor batu bara per tahunnya, termasuk jatah batu bara yang dijual ke PLN dengan harga murah (Domestic Market Obligation/DMO) maksimal US$ 70 per ton.
Sementara itu, Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara Ditjen Minerba Kementerian ESDM Sri Raharjo mengakui bahwa batu bara di Indonesia masih menjadi salah satu andalan sumber penghasil devisa. Di sisi lain, batu bara juga seharusnya sudah mulai dimanfaatkan untuk modal pembangunan negara.
"Ini dilematis memang. Di dalam UU Energi Nomor 30 Tahun 2007, kemudian turunannya kebijakan energi nasional Peraturan Pemerintah Tahun 74 disebut bahwa batu bara sumber energi gaboleh atau pelan-pelan atau dia harus diubah jadu modal pembangunan," kata Sri.
Sri menjelaskan, sejatinya saat ini tingkat produksi batu bara di dalam negeri masih sangat kompleks. Di mana, setiap pelaku usaha di sektor tersebut sudah memiliki kajiannya masing-masing terkait produksi dan kebutuhan batu bara.
Sementara, kata Sri, pemerintah tak bisa begitu saja untuk membatasi atau bahkan memotong tingkat produksi batu bara yang terus mengalami kenaikan tiap tahunnya. Namun, Sri meyakini bahwa pemerintah akan berupaya untuk mengubah kondisi tersebut.
"Karena (nanti) ini (disebut) mengganggu investasi. Dengan alasan bisnis bisa dibenarkan. Kita lihat di tahun-tahun sebelumnya tingkat produksi semakin naik. Ketika kekurangan devisa, tambang andalannya. Tapi saya yakin pemerintah nggak akan terus begitu (mengandalkan batu bara) dalam penghasil devisa," katanya.