"Semuanya sudah puluhan tahun, jadi kalau kita bisa mengatakan bahwa walaupun sudah 7 konferensi Pak Ketua ini kemajuannya lambat sekali. 7 kali bikin pameran, hasilnya baru 2.000 MW, (padahal) 30 tahun pengalaman," kata JK.
Bukan hanya panas bumi, JK menilai perkembangan energi terbarukan yang lain juga lamban.
"Nah bukan hanya geothermal yang lambat. Selama puluhan tahun energi terbarukan baru 8.000 MW itu termasuk PLTA, termasuk sebagiannya, angin, tapi biothermal PLTU itu sudah lama sekali, PLTU sudah ratusan tahun. Jadi pada dasarnya teknologi bukan masalah karena bisa dikuasai lebih mudah," ujar JK.
Oleh sebab itu, JK meminta agar Kementerian ESDM, PLN dan para pemangku kepentingan lain duduk bersama menyelesaikan masalah ini.
"Karena itulah maka, PLN, menteri ESDM harus mengkaji kenapa terjadi kelambatan proses ini. Karena arti daripada apa yang terjadi minggu lalu, tambah transmisi dan sistem. Karena harus diperbaiki, jadi listrik suatu infrastruktur yang tanpa hilir," ujarnya.
Di tempat yang sama, Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia Prijandaru Effendi mengatakan, di tahun 2018 ada tambahan kapasitas terpasang sebanyak 140 MW. Tahun ini diperkirakan ada tambahan 185 MW tambahan kapasitas sehingga total kapasitas menjadi 2.133,5 MW.
"Sampai saat ini baru 1.948,5 MW atau 7,8 persen dari potensi panas bumi yang dimanfaatkan. Untuk bisa genjot 23% dari energi terbarukan di tahun 2025 panas bumi diharapkan bisa 7.200 MW. Sehingga diperlukan tambahan 5.000 MW dalam 5 tahun ke depan," ujarnya.