"Karena kebanyakan produk gas yang saat ini sudah ada itu adalah produk-produk yang dihasilkan oleh kontrak kerja sama yang sudah ditandatangani oleh pemerintah dengan kontraktor kerja sama, sehingga sulit untuk dilakukan negosiasi. Itu yang saya tangkap," kata dia di Menara Kadin, Jakarta, Rabu (25/9/2019).
Oleh sebab itu lah, tidak memungkinkan harga gas dibuat mengacu dengan Perpres 40 sementara dalam kontrak kerja sama sudah ada kesepakatan yang tidak bisa diubah.
Tapi ke depannya implementasi harga gas US$ 6 per MMBTU bisa dilaksanakan dari kontrak yang baru. Tapi ranah tersebut ada di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
"Jadi harapan kita apabila ada kontrak-kontrak yang baru di proyek-proyek migas yang baru, tentunya Perpres (40/2016) ini bisa jalan. Ini harapan kita," lanjut Sigit.
Dia menambahkan, saat ini harga gas industri yang sesuai Perpres 40/2016 baru sebatas dirasakan oleh BUMN di beberapa sektor. "Jadi ada beberapa yang berjalan, baja dan petrokimia, tapi hanya sebatas untuk BUMN," tambahnya. (toy/ara)