Super holding BUMN inilah nantinya yang akan berperan mengelola seluruh BUMN yang ada di Indonesia lepas dari kepentingan politik.
"Kenapa? Supaya tidak lagi berbau politik. Tapi kan nggak pernah diubah kan? Yang diubah malah menterinya, ganti 7 kali," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia melanjutkan, 5 tahun kemudian setelah 2010 atau 2015 tidak ada lagi Badan. Yang ada, ujarnya, holding company.
"Kemudian, dalam blue print saya itu tahun 2010 tidak ada lagi menteri yang ada kepala badan. Lima tahun kemudian yaitu 2015, artinya tahun depan kalau blue print saya dijalankan, itu tidak ada lagi badan tetapi murni holding company. Seperti usul saya 15 tahun yang lalu ke Pak Harto," ungkap Tanri.
Sayang, rencana Tanri bersama Presiden Soeharto itu tidak berjalan. Dalam wawancara tersebut, Tanri mengungkapkan kekecewaannya akibat tak jalannya proses pembetukan holding BUMN itu.
"Jadi, satu-satunya merger yang berhasil merger itu adalah Bank Mandiri. Masih saya juga yang melakukan," ujarnya.
Akibat program pembentukan holding itu tak jalan, BUMN Indonesia jadi tertinggal perkembangannya dibanding BUMN negara lain seperti milik Malaysia dan Singapura.
"Setelah saya, tidak ada. Makanya itu yang saya kecewa. Yang saya anggap tidak optimal. Saya katakan saya kecewa. BUMN kita itu masa utuhnya hanya separuh dari satu perusahaan Malaysia. Petronas itu US$ 20 miliar, kita di bawah US$ 10 miliar. Malu kita," ujarnya.
Kemudian pada saat BUMN di bawah kepemimpinan Sofyan Djalil pemerintah bahkan telah bertemu dengan sejumlah superholding di negara lain seperti KFW sebuah superholding yang menaungi BUMN di Jerman. Lalu bertemu Temasek, Khazanah dan BUMN di Selandia baru.
Dalam konsep Sofyan, akan ada subholding untuk menaungi operating company. Superholding ini dinilai lebih efisien dan menguntungkan.
Lanjut ke halaman berikutnya
Simak Video "Hari Lingkungan Hidup 2025: Pertamina Tampilkan Teknologi Ramah Lingkungan dari Desa"
[Gambas:Video 20detik]