Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan biang kerok defisitnya neraca migas di Indonesia. Menurutnya, ada miss match alias ketidaksesuaian penggunaan energi dalam negeri dengan energi yang banyak diproduksi di Indonesia.
Misalnya yang terjadi pada sektor transportasi, menurutnya sektor tersebut terlalu banyak menggunakan energi minyak bumi yang harus diimpor. Padahal, produksi energi terbesar di Indonesia adalah batu bara.
"Kita punya kecukupan energi tinggal formatnya aja diperbaiki, misalnya sektor yang memakan energi besar yaitu di transportasi, itu formatnya banyak yang masih gunakan crude oil (minyak bumi). Energi yang paling banyak diproduksi dalam negeri itu coal (batu bara)," ujar Budi dalam sebuah webinar, Senin (2/11/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi ini ada miss match dari konsumsi dan produksi energi kita, jadi harus impor untuk imbangi itu," lanjutnya.
Dia melanjutkan misalnya bahan bakar transportasi di Indonesia bisa ditukar dengan energi yang lain, bisa saja ketersediaan energi dalam negeri tak perlu diimpor. Bahkan, beberapa energi lainnya adalah energi yang terbarukan.
"Sektor transportasi ini yang 100% hampir pake crude oil, andaikata bisa diubah jadi format berbeda, bisa saja gas, listrik, dan lainnya, dengan demikian maka availability-nya bisa kita kendalikan," ungkap Budi.