Rapat Komisi VII DPR RI dan Menteri ESDM Arifin Tasrif sedikit memanas. Rapat memanas saat Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Partai Demokrat Muhammad Nasir mempertanyakan penjualan batu bara untuk domestik atau domestic market obligation (DMO).
Nasir mulanya memaparkan, DMO merupakan kesepakatan antara DPR dan Menteri ESDM untuk membantu PLN. Kemudian bagi perusahaan yang tidak melaksanakan DMO maka izinnya dicabut.
"Saya nggak tahu ya kalau perusahaan yang tidak mengeluarkan DMO apa sanksinya sekarang?" tanya Nasir di Komisi VII DPR RI, Senin (22/3/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arifin pun menjawab, sanksinya ialah berupa pemotongan 25% dari alokasi dan penjualannya. Nasir mengaku belum memahami jawaban Arifin.
Arifin yang hendak menjelaskan kemudian dipotong oleh Nasir. Nasir kemudian meminta agar masalah DMO ini dibuat panitia kerja (Panja).
"Pak menteri ini jangan dibuat main-main maksud saya, nanti kita bentuk Panja aja pimpinan, saya lebih serius kita bentuk Panja khusus ini," ujar Nasir.
"Saya denger ini hanya dipotong 1% ini jangan jadi pembohongan publik, saya minta ini dibuka seluruhnya ke publik, ini bisa mati ini PLN, bapak mikir ke negara, mikir ke rakyat. Saya nganggap jadinya bapak menteri mikirin perusahaan-perusahaan tambang," terangnya.
Nasir bilang, saat ini PLN kewalahan karena pasokan untuk batu bara hanya cukup untuk tiga hari. Menurutnya, kalau terjadi bencana maka yang terjadi bukan 'Indonesia terang' namun 'Indonesia gelap'.
"Baik saya jawab, jadi baiknya dilihat akar permasalahannya kenapa stok sampai kurang karena dari DMO sudah jelas alokasi 2020 produksi 550 juta ton, kemudian DMO 25% berarti 137 juta ton untuk di dalam negeri itu bisa dilihat dari grafik dari bahan yang kami persentasikan bahwa penyerapan tidak sampai segitu," jelas Arifin.
Berlanjut ke halaman berikutnya.