Ada Transisi Energi, Bagaimana Nasib Kilang RI?

Ada Transisi Energi, Bagaimana Nasib Kilang RI?

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Selasa, 16 Nov 2021 21:15 WIB
Pembangunan Residual Fluid Catalytic Cracker (RFCC) yang berada di area Kilang Cilacap sudah rampung. Kilang yang memproduksi gasoline RON 92 atau Pertamax itu akan diresmikan oleh Presiden Joko Widodo dalam waktu dekat. Rencananya akan diresmikan pada awal Oktober. RFCC Cilacap akan memproduksi gasoline RON 92 sehingga kurangi impor. Hasan Alhabshy/detikcom.
Ilustrasi/Foto: Hasan Al Habshy
Jakarta -

Kapasitas kilang di Indonesia saat ini belum bisa memenuhi kebutuhan BBM dan petrokimia. Belum selesai persoalan itu, kilang-kilang ini dihadapkan pada persoalan transisi energi. Lalu, bagaimana jalan keluarnya?

Direktur Utama PT Pertamina Kilang International (KPI), Djoko Priyono menjelaskan kebutuhan BBM diperkirakan mencapai 1,5 juta barel per hari (bopd) hingga 2030, sedangkan kapasitas kilang saat ini 700 ribu bopd atau ada selisih 800.000-an bopd.

Sementara itu, kebutuhan petrokimia hingga 2030 mencapai 7.646 kilo ton per tahun. Saat ini di dalam negeri baru bisa memproduksi produksi 1.000 kilo ton per tahun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Untuk mengatasi gap tersebut sekaligus menuju transisi energi, ada lima inisiatif di sektor energi dan petrokimia yang dilakukan KPI," kata Djoko pada Webinar Kilang Dalam Transisi Energi, Roadmap Pengembangan Kilang dan Petrokimia, Green Fuel Serta Hilirisasi Produksi yang digelar Energy and Mining Editor Society (E2S) dalam keterangannya, Selasa (16/11/2021).

Djoko mengatakan, inisiatif tersebut dilakukan kalau terjadi penurunan konsumsi BBM, yakni konversi dari produk BBM ke bahan baku petrokimia hingga petrokimia.

ADVERTISEMENT

"RDMP fokus pada gasoline Pertaseries, yang sampai 2030 diprediksikan masih ada gap sehingga beberapa RU (Refinery Unit) fokus pada gasoline Pertaseries. Selain itu, kami juga meningkatkan kualitas produk dari Euro 2 ke Euro 5," ungkap Djoko.

Untuk GRR Tuban diharapkan mampu memproduksi 30% kebutuhan petrokimia di dalam negeri. Pengembangan petrokimia juga dilakukan dengan meningkatkan produksi PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), anak usaha KPI. Hal ini dilakukan apabila kebutuhan BBM bisa disubstitusi ke energi terbarukan.

"Akan di-convert ke petrokimia untuk kebutuhan dalam negeri. Apalagi saat ini kebutuhan petrokimia dalam negeri 70% masih impor," kata dia.

Berlanjut ke halaman berikutnya.

Inisiatif lainnya, lanjut Djoko, KPI akan mengembangkan produk turunan kilang seperti untuk bahan baku ban maupun parafin. KPI juga akan mengembangkan biorefinery, feedstock dari sawit.

"Ini dalam upaya mengantisipasi transisi energi, juga dalam rangka konversi apabila terjadi penurunan konsumsi BBM. Tentunya akan sangat mengurangi CAD (current account deficit) pemerintah apabila petrokimia bisa diproduksi dalam negeri," kata Djoko.

Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan pihaknya akan mendorong Pertamina menjalankan program mandatori biofuel berbasis hidrokarbon yang sudah tertuang dalam peta jalan hingga 2030.

Pada September 2021, Menteri ESDM telah meluncurkan bioavtur untuk pesawat terbang yang sekaligus menunjukkan Indonesia sudah bisa memproduksi bioavtur dengan teknologi sendiri.

"Untuk berbasis hydro karbon, di Plaju outputnya bioavtur. Di Cilacap sedang berjalan, termasuk pengembangan katalis di Cikampek," kata Dadan.



Simak Video "Penjelasan Kapolda Jateng Soal Penyebab Kilang Pertamina Cilacap Terbakar"
[Gambas:Video 20detik]

Hide Ads