Task Force Energy Siapkan 3 Rekomendasi Transisi Energi Hijau di KTT G20

Task Force Energy Siapkan 3 Rekomendasi Transisi Energi Hijau di KTT G20

Atta Kharisma - detikFinance
Sabtu, 05 Feb 2022 22:19 WIB
PT Pertamina (Persero) kembangkan Kilang Balikpapan yang tahun ini berusia 100 tahun. Pengembangan kilang ini diharapkan dapat memangkas impor BBM.
Foto: Iswahyudi/detikcom
Jakarta -

Task Force Energy, Sustainability & Climate telah menyiapkan 3 rekomendasi transisi energi hijau yang akan disampaikan pada pertemuan tingkat tinggi G20 di Bali pada November 2022 mendatang. Tiga rekomendasi tersebut disepakati pada Inception Meeting Business 20 (B20) yang diselenggarakan secara virtual pada akhir Januari 2022.

Dirut PT Pertamina sekaligus Chair Task Force Energy, Sustainability and Climate, Nicke Widyawati menegaskan pentingnya transisi menuju energi hijau, sebagaimana yang disampaikan Presiden Joko Widodo. Ia menilai transisi energi sebagai tantangan sekaligus peluang untuk menciptakan masa depan serta pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dengan menerapkan skenario dan peta jalan yang kuat, terutama untuk aspek keuangan.

"Task Force Energy, Sustainability and Climate B20, ini memiliki prioritas yang sama dengan G20 Indonesia, dimana kami harus menjadi katalisator pemulihan hijau yang kuat dan berjalan seiring dengan prinsip-prinsip ketahanan energi, pemerataan energi, dan kelestarian lingkungan," ujarnya dalam keterangan tertulis, Sabtu (5/2/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nicke mengatakan Task Force Energy, Sustainability and Climate akan merumuskan rekomendasi kebijakan untuk transisi energi berkelanjutan dengan fokus pada 3 isu prioritas.

Pertama, mempercepat transisi ke penggunaan energi yang berkelanjutan untuk memastikan bahwa pemanasan global dibatasi maksimum 1,5 derajat Celcius. Topik utama yang telah diidentifikasi untuk pengembangan kebijakan adalah pengembangan industri bahan bakar alternatif seputar hidrogen dan biofuel.

ADVERTISEMENT

Kedua, memastikan transisi yang adil dan terjangkau melalui kerja sama global dalam mitigasi dampak dan dukungan untuk beradaptasi dengan perubahan. Lalu yang ketiga, kerja sama global dalam peningkatan ketahanan energi; untuk rumah tangga dan UMKM sebagai sarana untuk mengakhiri kemiskinan ekstrem dan mempercepat transisi energi ke penggunaan energi yang berkelanjutan.

"Ketiga isu prioritas tersebut akan menjadi dasar penyusunan Rekomendasi Kebijakan dari Task force Energy, Sustainability and Climate dengan mempertimbangkan isu-isu kritis lainnya seperti penetapan harga karbon, kerja sama global, mata pencaharian, dan pengembangan kelembagaan untuk pembiayaan dan adopsi teknologi," papar Nicke.

Ia juga menyampaikan energi merupakan kendala yang mengikat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan serta sangat dibutuhkan bagi pengembangan ekonomi untuk pulih dari dampak pandemi COVID-19.

Saat ini, terang Nicke, diperlukan satu tindakan yang mendesak dan terfokus untuk menyikapi berbagai kecenderungan global antara lain laju transisi energi masih tertinggal, perubahan iklim akibat emisi gas rumah kaca antropogenik yang telah menjadi isu kritis serta pertumbuhan ekonomi memanfaatkan konsumsi energi bahan bakar fosil, yang berkontribusi besar atas sebagian besar emisi GRK.

Lihat juga Video: Gotong Royong Kunci Turunkan Covid, Jokowi: Negara Besar Nggak Punya

[Gambas:Video 20detik]



Nicke pun menegaskan bahwa transisi perlu dipercepat secara global, dengan cara tetap meningkatkan ketahanan dan pemerataan energi demi menopang pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan ekstrem. Selain itu, gap pembiayaan harus dijembatani, investasi harus dialihkan ke infrastruktur transisi energi dan dapat dibayarkan dengan penetapan harga karbon.

Nicke juga mengingatkan pentingnya memastikan kesetaraan dengan meningkatkan akses dan keterjangkauan energi bersih dan modern yang tidak hanya dibutuhkan untuk kesuksesan transisi, tetapi juga memberikan manfaat bagi lingkungan, gender, dan ekonomi.

"Pembangkit listrik berbasis energi terbarukan, elektrifikasi, dan efisiensi energi adalah pilar utama transisi energi, investasi teknologi dan sektor transisi energi semakin cepat. Namun, negara-negara berkembang tidak memiliki kerangka kerja, tata kelola yang mapan, pasar, layanan keuangan yang maju, tenaga kerja yang terlatih, dan akses ke teknologi canggih. Semuanya itu dimiliki oleh negara-negara maju dan diperlukan untuk perubahan tersebut," ungkapnya.

Sementara itu, Deputi Chair Agung Wicaksono menjelaskan dalam rangka menggali masukan dari pelaku bisnis, Task Force juga melakukan survei dengan memasukkan 13 isu potensial, yakni pembangunan kelembagaan, kerja sama global, sumber energi alternatif, laju diferensial per sektor, mencegah penguncian karbon baru, harga karbon, mitigasi dampak keuangan, mitigasi kehilangan mata pencaharian (penghidupan), kerangka kerja ESG yang terstandarisasi, memastikan transisi yang teratur, meningkatkan akses, keterjangkauan, dan adopsi teknologi pengguna akhir.

Menurut Agung, hasil survei tersebut menjadi landasan bagi Task Force untuk merumuskan rekomendasi. Ia juga mengakui bahwa transisi kelak membutuhkan kerja sama global yang terstruktur dan berkomitmen dalam peningkatan kapasitas tata kelola, pengembangan pasar, penyaluran pembiayaan dan teknologi, serta peningkatan keterampilan tenaga kerja.

"Semangat, kerja keras, dan komitmen pertemuan ini terus berlanjut yang akan membawa perubahan global ke arah yang lebih baik pasca pandemi COVID-19, sehingga kita dapat Recover Together, Recover Stronger," pungkasnya.

(akn/hns)

Hide Ads