Sebagai contoh saja, di Indonesia, dari sisi enviromental atau praktik ramah lingkungan sudah ada banyak aturannya. Namun, praktik di lapangan tidak seperti itu. Pelanggaran soal praktik ramah lingkungan masih banyak dilakukan, penegakan hukum juga rendah.
"Realitasnya ya, dalam UU Minerba dijelaskan ada bagaimana praktik pertambangan terbaik itu adalah lakukan pengukuran secara detil. Supaya penambangan efisien, setelah selesai dia harus reboisasi dihijaukan kembali. Itu regulasi ada, tapi di lapangan banyak sekali penambang tak lakukan itu," papar Arif.
"Meskipun, nggak semua begitu juga, banyak yang comply juga dan dapat predikat green," lanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari sisi governance atau hubungan dengan pemerintah pun masih banyak masalah yang terjadi. Seringkali, masalah perizinan atau regulasi praktiknya tak sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Mohon maaf kalau dari perusahaan governance sedemikian rupa, namun realita di lapangan banyak yang tidak seindah yang dibayangkan lah. Di atas kertas gambarannya begitu, meski saya nggak bisa bilang secara vulgar masalahnya," ujar Arif.
Lalu, bila ternyata investasi Tesla tak bisa terwujud, apa yang bisa dilakukan Indonesia dalam rangka mengolah sumber daya nikel?
Menurut Arif untuk mengolah nikel, bahkan membentuk sebuah rangkaian rantai pasok produk hilirisasi nikel tak melulu harus menggandeng Tesla semata. Menurutnya, masih banyak pabrikan lain yang bisa diajak kerja sama bila Tesla menolak untuk bekerja sama.
"Untuk EV sendiri kan banyak pemainnya ada Volkswagen, ada Honda dan Toyota juga yang mulai menggeliat," ungkap Arif.
Kalaupun tak bisa bermain di ranah industri kendaraan dan baterai listrik, pemerintah bisa melihat potensi lain. Masih banyak sekali kandungan nikel yang bisa dikembangkan, mulai dari besi, kobalt, hingga scanium.
Bahkan, ada beberapa potensi pengembangan nikel yang belum dilakukan di Indonesia. Misalnya saja pengembangan bijih nikel menjadi nikel powder dan nikel super aloy.
Dua produk itu bisa dikembangkan ke industri berteknologi tinggi, salah satunya adalah 3D printing. Biasanya, teknologi ini digunakan untuk membuat spare part yang rumit untuk pesawat.
"Dua-duanya ini akan mengerucut menjadi industri 3D printing, ini menciptakan komposisi dan part-part pesawat terbang, dan kebutuhan pencetakan bentuk serumit apapun," kata Arif.
Teknologi ini bagaikan printer, mencetak apapun yang dibuat secara digital di komputer. Hanya saja, bukan pakai tinta atau kertas, pencetakannya menggunakan nikel powder dan menjadi sebuah bentuk 3 dimensi.
"Ke depannya pakai 3D printing untuk banyak hal, bentuk serumit apapun bisa pakai 3D printing. Nge-printnya pakai nikel atau metal powder, ke depan ini akan jadi game changer karena ini related ke berbagai indutri," papar Arif.
Simak Video "Video: FBI Diterjunkan untuk Selidiki Kasus Serangan ke Tesla"
[Gambas:Video 20detik]
(hal/das)