Ia menyebut, beberapa hal harus dipecahkan, salah satunya soal lingkungan. Ia pun mempertanyakan bentuk dokumen lingkungan dan siapa yang memutuskan bentuk dokumennya.
"Apakah perlu izin prinsip sebagaimana penyusunan dokumen lingkungan yang lain sebagai dasar dalam penyusunan dokumen lingkungan, termasuk di dalamnya substansi reklamasi dan pasca tambang," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menerangkan, di Bangka Belitung saat ini terdapat 167 ribu ha lahan kritis di mana 60%-nya berapa di luar izin usaha pertambangan (IUP) dan 40% di dalam IUP. "Ini juga menutup lahan kritis butuh biaya yang cukup besar, terutama yang tidak ada jamreknya atau jaminan reklamasi," katanya.
Hal lain yang perlu diselesaikan ialah soal pencadangan. Dia mengatakan, para pemegang IPR ini belum memiliki data valid cadangan di wilayah pertambangan rakyat (WPR). Dia menambahkan, perlu juga pengaturan mengenai sumber dana dalam penyelidikan umum dan eksplorasi.
"Kemudian soal hasil produksi, mekanisme atau pola pengambilan bijih dari pemegang IPR termasuk kerja sama antara pemegang IPR dengan pemegang IUP yang memiliki fasilitas pemurnian atau smelter," katanya.
Berikutnya, terkait pengawasan pertambangan rakyat. Dia mengatakan, pihaknya tak memiliki inspektur tambang.
"Siapa yang harus mengawasi pertambangan rakyat ini, kalau mengawasi kami harus memiliki inspektur tambang yang bersertifikat dan untuk mendidiknya juga membutuhkan waktu dan biaya," katanya.
Simak juga Video 'Namanya Dicatut Dugaan Pungli Izin Tambang, Bahlil Lapor Polisi':
(acd/ara)