Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung menjelaskan soal rencana Indonesia membangun jaringan listrik pintar atau smart grid hingga tahun 2060. Menurut Yuliot, mega proyek tersebut diestimasikan butuh investasi hingga US$ 1 triliun atau sekitar Rp 16.200 triliun (kurs Rp 16.200).
Hitung-hitungannya, proyek tersebut butuh pendanaan sebesar US$ 30 miliar per tahun atau setara Rp 486 triliun per tahun.
"Dibutuhkan investasi sebesar US$ 1,1 triliun hingga tahun 2060. Kira-kira besaran kebutuhan investasi untuk merealisasikan misi besar RUKN atau setara dengan US$ 30 miliar," katanya dalam rapat kerja dengan Komisi XII DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (23/1/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yuliot menjelaskan, teknologi smart grid bakal meningkatkan efisiensi operasional akses listrik ke daerah-daerah terpencil, termasuk ke desa-desa yang belum terlistriki. Pemerintah sendiri sudah berkomitmen menyediakan dana sebesar Rp 48 triliun untuk melistriki desa-desa di berbagai wilayah.
Ia menyatakan, keberadaan super grid akan mengatasi mismatch antara sumber energi terbarukan dengan pusat konsumsi listrik. Seperti diketahui, Indonesia menargetkan bisa mencapai nol emisi karbon dengan memanfaatkan energi bersih pada tahun 2060.
"Interkoneksi super grid akan memainkan peran penting dalam mengatasi mismatch antara lokasi potensi energi terbarukan yang tersebar dengan pusat-pusat konsumsi listrik, sekaligus mendukung upaya Indonesia mencapai net zero emission pada tahun 2060," ujarnya.
"Rencana pengembangan ini mencakup interkoneksi utama seperti Sumatera Jawa, Kalimantan Sulawesi dengan implementasi bertahap hingga tahun 2045," tutupnya.
(acd/acd)