Hadirnya perusahaan pembiayaan online atau fintech di Indonesia tidak berjalan mulus. Sering kali fintech dikaitkan sebagai rentenir online karena dianggap menerapkan bunga yang tinggi dan cara menagih yang kasar.
Sejatinya para fintech memiliki kekhawatiran yang besar atas macetnya pembiayaan yang disalurkan. Apalagi nasabah yang ditargetkan adalah masyarakat di segmen bawah dengan besaran pinjaman yang sangat kecil.
Untuk menghindari hal itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengusulkan agar fintech bekerjasama dengan perusahaan asuransi. Agar lebih aman, fintech bisa mengasuransikan tagihannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Munawar menambahkan, jika fintech mengasuransikan tagihannya, mereka tak perlu lagi agresif dalam melakukan penagihan. Jika melampaui batas tagihan yang ditetapkan, mereka bisa mencairkan klaim ke perusahaan asuransinya.
Menurutnya, Fintech juga seharusnya bisa bekerjasama dengan perbankan. Selama ini muncul pandangan bahwa fintech merupakan pesaing baru bagi perbankan.
"Karena segmennya beda. Fintech lending justru hadir untuk masyarakat yang tidak bankable dan yang membutuhkan layanan cepat yang tidak bisa disediakan oleh bank. Kami melihat banyak yang bisa disinergikan antara fintech dan bank," tambahnya.