Bisa Nggak Sih Kripto Jadi Alat Pembayaran? Ini Jawaban BI

Bisa Nggak Sih Kripto Jadi Alat Pembayaran? Ini Jawaban BI

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Kamis, 17 Jun 2021 18:20 WIB
Ilustrasi Uang Digital Bitcoin
Foto: (M Fakhry/detikcom)
Jakarta -

Aset kripto menunjukkan perkembangan yang signifikan. Bahkan, sudah ada negara yang menjadikan kripto sebagai alat pembayaran atau transaksi. Bagaimana dengan Indonesia?

Direktur Eksekutif Kepala Departemen Hukum Bank Indonesia (BI)
Rosalia Suci Handayani menjelaskan, aset kripto sebagai alat pembayaran masih jauh sekali. Namun, pihaknya tak menepis kehadiran aset kripto ini. Oleh karena itu, ada kesepakatan secara nasional sebagai komoditi.

"Apakah kripto atau virtual currency suatu ketika akan bisa menjadi mata uang sah legal tender? Saya melihat kalau di Indonesia itu masih jauh sekali, boleh dikatakan untuk berapa tahun, puluhan tahun ke depan kemungkinannya masih sangat kecil tetapi tentu karena dunia ini bergerak, dunia ini dinamis maka kita tidak menafikan bahwa kripto aset itu ada," katanya dalam acara Mengelola Demam Aset Kripto, Kamis (17/6/2021).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Maka pada kesepakatan nasional yang tadi diceritakan Pak Wisnu di tahun 2019 di level nasional ini ada kesepakatan bahwa kripto aset faktanya ada dan masyarakat mengatakan bisa menerimanya maka itu dijadikan, di-treatment sebagai aset, aset yang kemudian bisa diperdagangkan tapi tetap tidak bisa sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia," sambungnya.

Dia mengatakan, mata uang yang sah di Indonesia hingga saat ini adalah rupiah. Sebab, rupiah merupakan mandat konstitusi.

ADVERTISEMENT

"Karena itu mandatnya dari satu, mandat konstitusi bahwa kita harus mengatur jenis dan macam harga mata uang itu dalam satu undang-undang, dan itu sudah dilakukan oleh republik ini. Undang-undangnya tadi Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang," terangnya.

Ia pun mengungkap latar belakang hanya rupiah sebagai alat pembayaran. Buka halaman selanjutnya untuk dapat jawaban lengkap BI kenapa aset kripto tak bisa jadi alat pembayaran saat ini?

Pertama, mata uang suatu negara merupakan simbol kedaulatan negara. Karena simbol negara, maka diatur dalam undang-undang.

Kedua, sebagai alat pembayaran sah diputuskan oleh pembentuk undang-undang dalam hal ini pemerintah dan DPR.

"Dan ketiga mata uang itu dalam suatu negara harus dijaga nilainya karena dia akan sangat menentukan kesejahteraan masyarakatnya. Karena dia harus dijaga nilainya maka harus ada otoritasnya. Otoritas yang punya kewajiban, punya tanggung jawab untuk menjaga nilai suatu mata uang di suatu negara," katanya.

Apakah bisa jadi produk jasa keuangan? Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) Tongam L Tobing menerangkan, kripto bukanlah produk sektor jasa keuangan. Dia juga menuturkan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melarang lembaga jasa keuangan memasarkan produk yang tidak memiliki legalitas izin dari otoritas, termasuk aset kripto.

Dia juga menuturkan, larangan ini juga mengacu ketentuan OJK terkait penerapan manajemen risiko bank umum di mana perbankan harus menerapkan manajemen risiko setiap produk kegiatan usaha bank.

"Sementara aset kripto justru memiliki unsur spekulasi yang sangat tinggi. Jadi ini tidak merupakan suatu, akan sangat tidak masuk pada penerapan manajemen risiko bank," katanya.

Kemudian, larangan tersebut juga mengacu pada ketentuan OJK terkait penerapan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme. Mengacu ketentuan itu, pelaku jasa keuangan harus bertanggung jawab melakukan anaisis secara berkala terkait tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Sementara, menurutnya, aset kripto ini tidak memiliki data nasabah.

"Kalau kami saat ini melihat jawabannya adalah walaupun nanti di bank global menyediakan layanan aset kripto, tetapi di Indonesia sangat sulit karena memang ada penerapan manajemen risiko dan penerapan program anti pencucian uang dan pendanaan terorisme," terangnya.


Hide Ads