Komisi VI DPR RI menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI). Komisi VI menggelar RDPU untuk menerima pengaduan terkait maraknya kasus penipuan investasi yang berkedok robot trading.
Rapat ini dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi VI Gde Sumarjaya Linggih. Rapat dibuka sekitar pukul 14.30 WIB.
Sekretaris Jenderal APLI Ina H Rachman menjelaskan, APLI kemungkinan dikenal orang dengan sebutan asosiasi MLM di Indonesia. APLI telah berusia 37 tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pihaknya mengadu ke Komisi VI karena penipuan dengan robot trading telah merugikan citra asosiasi.
"Mengapa kami sampai akhirnya mengadu ke bapak ibu di Komisi VI karena memang kami melihat fenomena yang sudah sangat merusak citra industri kami di sini," katanya dalam rapat, Selasa (22/3/2022).
"Mungkin bapak ibu pernah dengar kasusnya robot trading atau forex yang biasa kita dengar, bahkan banyak sekali korbannya sudah sampai jutaan orang, dan nominalnya itu per satu perusahaan yang mengatasnamakan menjual, melakukan trading itu kurang lebih membernya sampai 500 sampai 1 juta orang. Kerugian per perusahaan kurang lebih bisa ditaksir minimal Rp 500 miliar," jelasnya.
Ada beberapa catatan yang membuat pihaknya mengadu ke Komisi VI. Pertama, awalnya pihaknya dilirik karena menggunakan sistem network marketing.
Jika trading konvensional butuh waktu untuk mendapatkan komisi atau bonus yang cukup lama. Dengan sistemnya, hal itu bisa dilakukan dengan cepat.
"Kalau secara konvensional, misalnya target Rp 1 miliar, mereka ketika menggunakan jalur konvensional mungkin membutuhkan waktu 3-4 bulan. Tapi kalau menggunakan industri kami, menggunakan network marketing mereka bisa mendapatkan Rp 1 miliar hanya dalam hitungan hari, bisa 3 hari, bisa 1 minggu," ujarnya.
Kedua, jelasnya, asosiasi berkiblat ke Kementerian Perdagangan. Mulanya, untuk menjual barang harus memiliki Surat Izin Usaha Penjualan Langsung (SIUPL) atau MLM lesson. DI SIUPL memuat produk yang bisa dijual.
Fenomena saat ini, penjualan robot diizinkan. Izinnya, katanya, dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan.
"Setelah ada robot-robot itu laku dijual kemudian dilakukanlah trading karena adanya robot itu. Ketika robot sudah dibeli sudah selesai tugas perusahaan anggota kami, katakanlah anggota kami dan tidak anggota kami, kemudian mereka melakukan trading, mengatasnamakan trading dengan menggunakan robot yang dijual yang telah mendapatkan izin," jelasnya.
"Ternyata (robot) juga trading itu dilakukan member get member, mengatasnamakan MLM, mengatasnamakan direct selling. Sehingga muncullah korban-korban yang luar biasa banyak," katanya.
(acd/das)