Jakarta -
Nama produsen pesawat Bombardier tiba-tiba jadi sorotan. Hal itu karena lembaga antikorupsi Inggris Serious Fraud Office (SFO) melakukan penyelidikan kasus dugaan suap yang melibatkan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Bombardier merupakan salah satu produsen pesawat yang cukup populer di dunia. Namanya bisa dikatakan hampir sama populernya dengan produsen lain seperti Airbus dan Boeing.
Mengutip laman resminya, Jumat (6/11/2020), Bombardier didirikan oleh Joseph-Armand Bombardier pada 1907. Perusahaan ini kini memiliki 52.000 karyawan dengan memiliki dua segmen bisnis yakni produksi pesawat dan kereta api.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bombardier berkantor pusat di Montreal, Kanada. Perusahaan ini memiliki lokasi produksi yang tersebar di 25 negara. Saham perusahaan tercatat di Bursa Toronto. Pada tahun lalu, Bombardier membukukan pendapatan sampai US$ 15,8 miliar.
Lebih lanjut, saat ini ada 4.900 pesawat Bombardier yang tersebar di seluruh dunia. Selain produksi, Bombardier juga memberikan layanan purna jual di Amerika Serikat (AS), Eropa, hingga Asia.
Selain pesawat, Bombardier juga memproduksi kereta api di mana lebih dari 100.000 lokomotif dan gerbongnya telah terpasang di seluruh dunia.
Untuk di perkotaan, Bombardier memproduksi metro, trem, dan kendaraan ringan, kereta komuter, hingga monorel. Selain itu, Bombardier juga memproduksi kereta berkecepatan tinggi.
Namun, dugaan kasus suap ini mencoreng nama Bombardier. Di Tanah Air, kasus ini telah menyeret eks Direktur Utama Garuda Indonesia Emirsyah Satar.
Berlanjut ke halaman berikutnya.
Emirsyah dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Ia dinyatakan melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima uang yang totalnya Rp 46 miliar.
Dia dijatuhi hukuman pidana selama 8 tahun penjara. Bahkan Emirsyah diganjar denda Rp 1 miliar subsider 3 bulan kurungan.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Emirsyah Satar terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana dakwaan alternatif pertama," kata hakim ketua Rosmina saat membacakan amar putusan di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Jumat (8/5/2020).
"Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa berupa pidana penjara selama 8 tahun dan pidana denda sebesar Rp 1 miliar dengan ketentuan, bila denda tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," imbuh hakim.
Selain hukuman penjara, Emirsyah diminta membayar uang pengganti kerugian negara senilai SGD 2,1 juta. Uang pengganti tersebut harus dibayarkan selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
"Menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar SGD 2.117.315 selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap," sebut Rosmina.
Hakim juga mengatakan, jika Emirsyah tidak membayar uang pengganti itu, harta bendanya akan disita. Jika harta bendanya tak mencukupi uang pengganti itu, akan diganti dengan kurungan penjara selama 2 tahun.
"Jika dalam jangka waktu tersebut terdakwa tidak membayar uang pengganti, harta bendanya disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana penjara selama 2 tahun," terang Rosmina.