Ketua Dewan Pimpinan Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Agus Pamudji menilai keputusan pemerintah menaikkan tarif cukai rokok atau cukai hasil tembakau (CHT) dianggap sebagai buah simalakama bagi para petani.
Pemerintah resmi menaikkan tarif cukai rokok rata-rata 12,5% pada tahun 2021. Jika dilihat lagi, beberapa produk seperti sigaret putih mesin (SPM), sigaret kretek mesin (SKM) mengalami kenaikan yang besar di tahun depan. Hanya sigaret kretek tangan (SKT) yang tarif cukainya tidak naik.
Agus menganggap kebijakan kenaikan cukai rokok menjadi buah simalakama bagi petani adalah karena cukai produk SKM masih naik yakni sebesar 16,9% untuk SKM golongan 1, 13,8% untuk SKM golongan 2A, dan 15,4% untuk SKM golongan 2B.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau untuk petani ya simalakama," kata Agus dalam acara webinar Akurat Solusi, Rabu (23/12/2020).
Dia mengungkapkan, kelompok petani tembakau nasional sangat mengapresiasi keputusan pemerintah tidak menaikkan cukai rokok pada jenis SKT. Hanya saja, keberlangsungan petani sangat bergantung pada penyerapan tembakau di produk SKM.
"SKM ini kami memandang penyerapan bahan baku lokal, karena penyerapan bahan baku tergantung penjualan SKM, jadi simalakamanya di situ," jelasnya.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan Nirwala Dwi Heryanto mengatakan, keputusan pemerintah menaikkan tarif cukai rokok sudah mempertimbangkan empat pilar penting yang tujuannya demi menurunkan prevalensi perokok usia dini.
Adapun empat pilar tersebut adalah pengendalian konsumsi, optimalisasi penerimaan negara, keberlangsungan tenaga kerja, dan pemberantasan peredaran rokok ilegal. "Jadi dalam menerapkan cukai (rokok) banyak hal yang dipikirkan, paling tidak itu bicara 4 pilar," kata Nirwala.