Pengamat pangan IPB sekaligus Ketua Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Dwi Andreas Santoso mengatakan kenaikan harga pupuk non subsidi merupakan hal yang wajar mengingat terjadi kenaikan harga internasional.
Andreas menyebut harga internasional mengalami lonjakan drastis sejak Mei lalu dan terus bertahan hingga akhir tahun yang disebabkan oleh banyak faktor, antara lain pandemi global dan melonjaknya harga komoditas di pasar Internasional yang turut mempengaruhi harga pokok produksi pupuk di Indonesia.
"Harga pupuk internasional melonjak drastis, dari Mei 2021 sampai hari ini, itu kenaikan sudah tiga kali lipat untuk urea," kata Andreas, Minggu (2/1/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Andreas menyebut seluruh pupuk yang berbasis urea seperti diamonium fosfat atau DAP yang naik 2,6 kali lipat, pun dengan amonium sulfat atau ZA. Andreas menyampaikan kenaikan harga urea tak lepas dari meningkatnya harga gas yang naik sembilan kali lipat menjadi sekitar US$ 25 per MMBTU dari yang sebelumnya sekitar USD 3 per MMBTU.
Andreas menilai harga pupuk nonsubsidi pun terkena imbas dari kondisi harga internasional. Meski begitu, Andreas menilai kenaikan harga pupuk non subsidi dalam negeri tidak setinggi harga internasional.
"Kenaikan bahan baku urea yakni gas luar biasa tinggi sehingga mendongkrak harga pupuk, sehingga harapan kita dalam beberapa bulan harga gas alam akan turun, dan kalau harga gas alam turun barangkali pupuk terutama yang berbasis nitorgen akan turun," katanya.
Bersambung ke halaman selanjutnya.