"Kita mau membangun kereta api cepat jarak hanya 148 km saja sampai sekarang belum mulai, ributnya sudah 2 tahun. Debat, ramai, baik atau enggak baik. Sama seperti waktu kita bangun MRT ramainya itu 26 tahun. Sudah direncanakan 26 tahun, ramainya," kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Bogor, Selasa (23/5/2017).
Menurut Jokowi, tujuan pemerintah membangun banyak infrastruktur dikarenakan untuk mengintegrasikan daerah satu dengan yang lainnya. Apalagi, negara-negara tetangga telah banyak yang menyalip Indonesia dalam hal pembangunan infrastruktur.
"Ya kalau berhitung bisnis pasti rugi ya namanya transportasi masal seperti itu. Kalau hitungannya bisnis. Kalau kalau hitungannya ekonomis atau tidaknya, benefitnya bagi negara apa. Ya pasti untung. Setiap tahun kita rugi hilang yang kita Rp 27 triliun di Jakarta karena macet," jelasnya.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno mengatakan, pembangunan fisik pada proyek kereta cepat karena belum rampungnya pengaturan RTRW di tingkat provinsi saat itu.
Rini meluruskan, ucapan Jokowi mengenai belum ada bangunan fisik yang dimaksud seperti yang dilakukan pada proyek pembangunan Light Rail Transit (LRT).
"Maksudnya itu belum ada fisik seperti LRT, tapi kita sudah ada land clearing, karena kita kan waktu itu menunggu sampai RTRW nasional sudah selesai, setelah RTRW nasional selesai kita memproses di Provinsi Jawa Barat sama DKI, nah sekarang sedang di proses," kata Rini.
Jika sudah ditetapkan di tingkat provinsi, lanjut Rini, pembangunan fisik dan pencairan dana pinjaman tahan I yang sebesar US$ 1 miliar atau sekira Rp 13 triliun juga dapat dicairkan oleh China Development Bank (CDB).
"Insya Allah sebentar lagi. Sudah menandatangani pinjaman sudah selesai, lho kita kalau RTRW di provinsi sudah di sesuaikan, langsung bisa mulai bangun, kalau sudah mulai bangun cair," katanya.
Namun hingga saat ini, pencairan dana pinjaman kereta cepat ini tak kunjung terealisasi. Pembangunannya pun baru tercapai sekitar 5 hingga 10%.