Ini Deretan Proyek Infrastruktur RI yang Libatkan Jepang

Ini Deretan Proyek Infrastruktur RI yang Libatkan Jepang

Eduardo Simorangkir - detikFinance
Senin, 26 Feb 2018 19:07 WIB
Ini Deretan Proyek Infrastruktur RI yang Libatkan Jepang
Foto: Infografis: Mindra Purnomo/detikcom
Jakarta - Dunia maya geger lantaran seorang komikus Jepang, Onan Hiroshi menggambar komik digital dan mengunggahnya ke media sosial di Twitter. Hal yang membuat ramai lantaran komikus tersebut menggambarkan pemerintah Indonesia di bawah Presiden Joko Widodo (Jokowi) membujuk Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe untuk membantu kelangsungan proyek tersebut lagi karena sampai saat ini mega proyek senilai Rp 82 triliun tersebut tak menunjukkan perkembangan yang signifikan.

Kejadian ini pun menimbulkan sejumlah reaksi dari berbagai kalangan, mulai dari pemerintah hingga DPR. Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira bahkan meminta pemerintah menyampaikan nota protes ke Pemerintah Jepang karena komikus tersebut menampilkan karakter mirip Presiden Joko Widodo, yang mana merupakan lambang negara.


Sementara Deputi Bidang Usaha Konstruksi dan Sarana dan Prasarana Perhubungan (KSPP) Kementerian BUMN Ahmad Bambang mengaku kecewa terhadap perbuatan tersebut. Menurut Abe, jika sindiran itu terjadi pada era tahun 80-90an maka dampaknya bisa saja lebih besar sampai bisa menimbulkan amarah yang besar bagi masyarakat seperti kerusuhan saat peristiwa Malapetaka 15 Januari 1974 (Malari).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau ini terjadi era 80-90an, bisa gawat. Ya itu, orang-orang dulu kan militan. Dilecehkan pasti marah, nasionalisme muncul dan peristiwa seperti Malari akan terulang," katanya.

Sedangkan Guru Besar Hukum Internasional UI Prof Hikmahanto Juwana menilai pemerintah Indonesia tidak perlu menyikapi atau menanggapi sindiran tersebut. Pendapat yang disampaikan komikus tersebut dianggap merupakan pendapat pribadi dan bukan pendapat resmi Pemerintah Jepang.

"Tidak perlu disikapi oleh Pemerintah RI. Ini kan pandangan komikus bukan pandangan pemerintah Jepang. Di sana mungkin kan ada kebebasan berpendapat," ujar Hikmahanto.

Namun hubungan pemerintah Indonesia dan Jepang sendiri tak sedang menghadapi masalah apa-apa. Bahkan kedua negara baru saja merayakan 60 tahun hubungan diplomatik kedua negara dengan sejumlah kerja sama strategis termasuk dalam pembangunan infrastruktur. Apa saja?
Indonesia dan Jepang baru saja merampungkan kesepakatan pinjaman untuk pengembangan pelabuhan Patimban di Subang sebagai pelabuhan logistik bertaraf internasional. Pinjamannya senilai Β₯118,9 juta atau sekitar Rp 14,17 triliun atau 83% dari nilai total proyek pelabuhan Patimban tahap pertama.

Pencairan pinjaman tahap pertama sebesar Rp 14 triliun diperkirakan bakal dicairkan bertahap mulai Maret 2018 sampai 2020. Sedangkan mengenai operator Pelabuhan Patimban, akan dilakukan lewat skema lelang dengan mayoritas kepemilikan nantinya saham dari Indonesia. Nanti akan dibuat perusahaan patungan (joint venture) antara Indonesia berupa BUMN dan swasta dan pihak Jepang.

Pelabuhan baru Patimban akan menjadi alternatif bagi industri di area sekitarnya yang akan memperkuat aktifitas ekonomi dan jaringan logistik kelautan di wilayah Jakarta.

Jepang sendiri telah memberikan bantuan pinjaman lunak kepada Indonesia sejak 1958. Hingga Oktober 2017 pemerintah Indonesia telah memiliki 31 pinjaman kegiatan on going yang berasal dari pemerintah Jepang melalui JICA dengan nilai komitmen 565,75 miliar yen Jepang atau setara US$ 5,1 miliar atau Rp 69 triliun.

Pemerintah juga menggandeng Jepang dalam pembangunan terowongan pada proyek tol Padang-Pekanbaru. Terowongan tersebut akan menjadi terowongan tol terpanjang di Indonesia dan bakal menembus Bukit Barisan di wilayah Payakumbuh sepanjang 8,95 km.

Pengalaman panjang Pemerintah Jepang di bidang teknologi Dam Upgrade dan pembangunan terowongan menjadi referensi Pemerintah Indonesia dalam membangun infrastruktur serupa.

Untuk membangun terowongan tersebut dibutuhkan dana sekitar Rp 9 triliun yang juga akan dibiayai oleh Jepang. Dana tersebut termasuk dalam total pembangunan Tol Padang-Bukit Tinggi-Pekanbaru sekitar Rp 78,09 triliun.

Jepang juga akan kembali melanjutkan pendanaan untuk pembangunan proyek kereta mass rapid transit (MRT) Jakarta fase selanjutnya. Hal ini disampaikan oleh Wakil Gubernur Sandiaga Uno pada saat kunjungan kerja ke Tokyo, Jepang, dan bertemu Menteri Luar Negeri Jepang Kazuyuki Nakane.

Sebelumnya, proyek Pembangunan MRT Jakarta fase I juga dibiayai oleh dukungan dana pinjaman Pemerintah Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA). Dukungan JICA diberikan dalam bentuk pinjaman penyediaan dana pembangunan sebesar Β₯ 125,23 juta.

Seperti diketahui, pembangunan MRT Jakarta yang dilakukan sesuai perjanjian mulai dari selatan ke utara tidak berhenti di Bundaran HI saja, tetapi juga sampai ke Utara, dan juga dari timur ke barat.

Pemerintah Indonesia juga menggandeng Jepang dalam pembangunan pulau-pulau terluar Indonesia. Pengembangan dan investasi perusahaan Jepang bakal ada di enam pulau terluar Indonesia, di antaranya Sabang, Natuna, Morotai, Saumlaki, Moa, dan Biak.

Adapun kerja sama itu antara lain mempromosikan industri dan komunitas perikanan di enam pulau terluar Indonesia. Termasuk, membangun pelabuhan dan pasar ikan dan pembangunan kapal angkut ikan dari pulau terluar ke pelabuhan utama.

Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) rencananya akan menghibahkan Β₯1 miliar di setiap titik SKPT yang sudah dipetakan oleh pemerintah Indonesia.

Jepang juga akan membantu Indonesia dalam pendanaan proyek kereta kencang atau semi cepat Jakarta-Surabaya. Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan proyek ini nantinya tidak akan memberatkan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). Nantinya, selain dari Jepang, akan ada potensi pendanaan masuk dari pihak swasta dari negara lainnya.

"Pak Luhut mengarahkan ada potensi dana swasta dari beberapa negara di antaranya Jepang yang bisa digunakan tanpa melibatkan pinjaman APBN," katanya.

Nilai investasi kereta kencang Jakarta-Surabaya sendiri sampai saat ini masih terus dihitung, di mana hitungan terakhir biayanya membengkak hingga lebih dari Rp 100 triliun. Jalur lintasan untuk kereta kencang tidak akan dibangun melayang (elevated) seluruhnya dan akan menggunakan rel sempit atau narrow gauge. Hal itu dilakukan agar pembiayaan proyek bisa ditekan jadi lebih murah.

Hide Ads