Jakarta -
Indonesia diguncang gempa bumi dalam 2 bulan terakhir. Pada Agustus gempa memporak-porandakan Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB). Satu bulan berselang, Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah (Sulteng) juga dihantam gempa hingga menimbulkan tsunami.
Tidak sedikit masyarakat yang cemas apakah rumah mereka berada di kawasan berpotensi gempa. Ternyata, masyarakat bisa mengetahui hal tersebut dengan mengakses situs web magma.vsi.esdm.go.id.
Situs web tersebut dikelola oleh Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Badan Geologi. Lalu, bagaimana cara menggunakannya?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk mengetahui lebih lanjut, simak berita selengkapnya berikut ini.
Pertama, buka situs web
magma.vsi.esdm.go.id, bisa melalui smartphone maupun desktop seperti komputer, laptop dan sejenisnya.
Setelah halaman tersebut berhasil dibuka, akan muncul peta Indonesia. Di tampilan peta tersebut ada sejumlah ikon gunung, longsoran tanah, dan lingkaran merah.
Khusus untuk ikon gunung memiliki warna yang berbeda-beda. Setiap warna menunjukkan status aktivitas gunung pada level tertentu.
Misalnya untuk ikon gunung, yang berwarna hijau menandakan tingkat aktivitas level I (normal), kuning menandakan tingkat aktivitas level II (waspada), orange menandakan tingkat aktivitas level III (siaga), dan merah menandakan tingkat aktivitas level IV (awas).
Sementara itu, ikon longsoran tanah berisi tentang laporan tanggapan gerakan tanah di suatu wilayah. Kemudian ikon lingkaran berisi informasi mengenai catatan terjadinya gempa bumi.
Untuk mengetahui secara pasti apakah rumah kita berada di wilayah berpotensi gempa, caranya dengan menyentuh ikon bulat berwarna putih yang di dalamnya bertuliskan "i".
Ikon "i" ini terletak di masing-masing peta lokasi ibukota. Jika ikon tersebut diklik akan tersaji informasi seputar potensi bencana geologi. Informasinya di-update secara berkala.
Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melalui Badan Geologi sudah lama memiliki peta kawasan rawan bencana. Meliputi gempa bumi, tsunami, dan pergeseran tanah, hingga gunung api.
Namun belum semua pemerintah daerah (pemda) menggunakan rekomendasi tersebut dalam pengembangan kewilayahan dan tata ruang. Kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Badan Geologi, Kasbani baru sebagian pemda menggunakannya.
"Sebagian sudah menggunakan itu, contoh di pemerintah di kabupaten sebelah barat Sumatera, dalam pengembangan wilayah sudah menggunakan peta kawasan rawan bahaya tsunami, itu sudah," katanya kepada detikFinance, Jakarta, Kamis (4/10/2018).
Dia menjelaskan peta rawan bencana yang bisa jadi rujukan pemda itu sudah lama diterbitkan, terutama peta kawasan rawan gunung api.
Diharapkan ke depannya makin banyak pemda yang mengikuti rekomendasi tersebut. Apalagi hampir seluruh bencana geologi ada di Indonesia, yang mana baru-baru ini gempa dan tsunami melanda Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah (Sulteng).
"Kita harapkan begitu, mengikuti rekomendasi itu terutama terkait bencana tadi. Jadi pengembangan daerah itu berbasis kepada kebencanaan," tambahnya.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) bakal memperbarui penetapan zonasi tata ruang dengan pendekatan mitigasi bencana alam. Hal itu dilakukan pasca bencana yang menimpa Lombok dan Palu.
Kepala Bagian Humas Kementerian ATR/BPN, Horison Mocodompis mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan Badan Geologi Kementerian ESDM terkait hal tersebut.
"Ini kan juga dipicu beberapa situasi terkini ya, gempa Lombok, gempa Palu, kemudian menyadarkan kita untuk makin memahami bahwa perencanaan tata ruang itu butuh kajian kajian yang berkaitan dengan mitigasi bencana," katanya kepada detikFinance, Jakarta, Kamis (4/10/2018).
Nantinya dari rekomendasi Badan Geologi akan dipetakan area area mana saja yang secara aspek geologi mengandung potensi bencana.
"Nanti kemudian Kementerian ATR/BPN akan mengakomodir rekomendasi penataan ruang yang nanti tata ruangnya diikuti oleh pemda," tambahnya.
Setelah area area yang mengandung potensi bencana akan dijadikan sebagai area merah. Hal itu sebagai pertimbangan apakah wilayah tersebut boleh dibangun pemukiman atau tidak.
"Betul, nanti akan diatur kalau misalkan merah itu nanti kemungkinan besar akan ada rekomendasi lebih lanjut apakah tidak layak untuk dijadikan pemukiman, tapi misalnya untuk pertanian masih boleh," tambahnya.
Kepala Bagian Humas Kementerian ATR/BPN, Horison Mocodompis menjelaskan, hal itu perlu dilakukan agar perencanaan tata ruang ke depannya bisa meminimalkan risiko akibat bencana alam.
"Kita berharap nanti perencanaan tata ruang bisa mengakomodir beberapa kepentingan yang saat ini mitigasi bencana bukan lagi hanya memetakan area pemukiman dan industri tapi juga zona bencana," katanya kepada detikFinance, Jakarta, Kamis (4/10/2018).
Implementasinya adalah area area yang mengandung potensi bencana akan dipertimbangkan agar tidak dibangun pemukiman.
"Jadi harapannya itu ke depan jika ada hal hal seperti ini (bencana alam) mitigasi bencana akan lebih baik lagi. Ujung ujungnya bisa meminimalkan dampak terburuk dari sebuah bencana," jelasnya.
Jika aturan tata ruang semacam itu nantinya bisa diikuti oleh seluruh pemerintah daerah (pemda), juga diharapkan dapat meminimalkan jumlah korban jiwa akibat bencana seperti gempa bumi hingga tsunami.
"Termasuk itu (meminimalkan korban jiwa). Kalau aspek perencanaan tata ruangnya sudah mencakup semua, kita berharap mitigasi bencana lebih baik," tambahnya.
Halaman Selanjutnya
Halaman