Widagdo menceritakan, rumah ini sempat digunakan sebagai markas tentara Indonesia sekaligus gudang logistik. Mata-mata Belanda yang mengetahui hal itu kemudian membakar rumah tersebut.
"Pada zaman Belanda, rumah itu dibakar oleh tentara Belanda karena diketahui oleh mata-mata Belanda rumah ini digunakan sebagai markas tentara dan gudang logistik," terangnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rumah itu pun hangus terbakar. Seperangkat gamelan, logistik semua hangus terbakar dan hanya menyisakan sebagian kecil rumah.
"Ya semua terbakar. Hanya menyisakan sebagian rumah di bagian belakang saja. Logistik, limasan ini, dan seperangkat gamelan habis," kenangnya.
Kendati demikian, ayahnya yaitu Mijosastro mulai membangun kembali rumah itu. Tepatnya, pada 22 Oktober 1959. Kini rumah itu sudah dikelola oleh generasi ketiga.
"Saya sudah generasi ketiga yang meneruskan dan melestarikan cagar budaya ini," terangnya.
Mijosastro, kata dia, sempat menjadi anggota Tentara Indonesia pada masa perjuangan. Dia juga pernah ditangkap oleh pasukan Belanda dan dipenjara.
"Bapak pernah ditangkap Belanda dan di penjara di Kota sana sekitar tiga bulan. Terdaftar juga sebagai anggota Veteran Republik Indonesia" urainya.
Langsung klik halaman selanjutnya.