Wakil Menteri Kementerian Badan usaha Milik negara (BUMN) Kartika Wirjoatmodjo alias Tiko menepis kabar yang menyatakan adanya konflik kepentingan dengan produsen Kereta Cepat Whoosh di balik keputusan impor KRL China.
Adapun polemik impor ini mendapat sorotan lantaran pada rencana sebelumnya impor akan dilakukan dari Jepang. Akhirnya, diputuskan bahwa KAI Commuter resmi membeli tiga rangkaian KRL baru dengan tipe KCI-SFC120-V dari perusahaan China, CRRC Sifang Co., Ltd senilai Rp 783 miliar. CRRC sendiri juga merupakan produsen Whoosh.
"Oh nggak, nggak. Nggak ada. Nggak ada hubungan," kata Tiko, ditemui di Kantor Kemenko Marves, Jakarta Pusat, Rabu (7/2/2024).
Sebelumnya, sempat ramai tentang isu yang menyebut kalau ada dugaan dugaan sikut-sikutan antara China dengan Jepang di balik kisruh rencana impor KRL bekas. Disebut-sebut, ada ancaman bahwa dana pinjaman untuk membayar pembengkakan biaya (cost overrun) kereta cepat dari China Development Bank (CDB) akan ditahan.
Dikutip dari CNN Indonesia, hal ini diungkapkan oleh sumber anonim. Ia menyebut China mengancam akan menahan gelontoran pinjaman untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) jika Indonesia ngotot mengimpor KRL bekas dari Jepang.
"Dilema kalau ambil dari Jepang, China (CDB) katanya enggak mau kasih pinjaman utang buat proyek KCJB," kata sumber tersebut, pada akhir Januari lalu.
Namun pernyataan tersebut pun juga dibantah oleh VP Corporate Secretary KCI, Anne Purba. Ia menegaskan, keputusan perubahan impor tersebut tidak ada hubungannya dengan pinjaman kereta cepat tersebut.
"Tidak ada hubungannya, tidak ada hubungannya. Pure, kan ada pengadaanya. Ya, memang proses pengadaanya. Prosesnya benar-benar pengadaan. Tidak ada pengaruh dari siapapun," kata Anne, dalam konferensi pers di kantornya di Jakarta Pusat, Selasa (6/2/2024).
Anne mengatakan, pihaknya menerima proposal dari dua perusahaan asal Korea Selatan, Wojin dan Dawonsys. Namun Anne menyebut KRL produksi mereka masih berbahan aluminium, sedangkan mayoritas KRL Commuter Line Jabodetabek saat ini sudah berbahan stainless steel.
Sementara itu, Anne menyebut terjadi perubahan harga pada proposal milik produsen KRL Jepang J-TREC pada bulan Oktober. Sebelumnya impor 3 KRL di perusahaan tersebut diperkirakan menelan biaya RP 676 miliar.
"Tetapi Oktober ketika proposal yang kami terima dari Jepang ada mengalami kenaikan. Sehingga perlu ada membandingkan dengan yang lain. Ada Korea dua, Wojin dan Dawonsys. Kemudian ada CRRC. Kan kalau pengadaan di perusahaan kita juga bisa merekomendasikan beberapa untuk kita bisa melihat perbandingannya," jelasnya.
Adapun keputusan memilih impor 3 rangkaian KRL baru dari China adalah karena pertimbangan pemenuhan spesifikasi. Selain itu CRRC Sifang Co., Ltd. juga diklaim menawarkan harga yang lebih kompetitif.
"Dan dari harga juga sangat kompetitif antara 3 negara ini. Tapi range-nya memang seperti itu biayanya. Tapi kan ada pengiriman, ada regulasi dalam negeri dan yang lain sehingga pada saat menerima proposal itu, memang CRRC yang kompetitif," tuturnya.