Di antaranya, kasus suap eks SKK Migas Rudi Rubiandini sampai skandal suap dan korupsi Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah.
Dalam beberapa operasi tangkap tangan KPK dengan tersangka kakap, pecahan uang SGD 10 ribu itu ditemukan sebagai alat suap. Uang disita dari para tersangka.
Wakil Kepala PPATK Agus Santoso memaparkan lokasi transaksinya dilakukan di luar negeri. Luar negeri dipilih untuk menghindari pelacakan penegak hukum.
Sejumlah pejabat hingga pengusaha berkomentar soal adanya uang pecahan setara Rp 97 juta ini. Berikut komentar-komentar mereka seperti dirangkum detikFinance, Senin (24/3/2014).
"Itu tidak umum memang, jarang itu susah nyarinya. Di Singapura sendiri juga jarang," kata Ali.
Namun tak sedikit pula yang memilikinya. Bahkan bank-bank di Indonesia pun masih ada yang menyimpan salah satu uang pecahan terbesar di dunia tersebut.
"Di sini ya susah, tapi ada sih bank-bank yang masih punya uang tersebut," kata Ali.
Pejabat otoritas moneter di Indonesia bercerita, hanya orang tertentu yang bisa menukarkannya di Singapura.
"Biasanya memiliki deposito dan tabungan di bank di Singapura. Nanti by request untuk mendapatkan uang tersebut," kata pejabat yang tidak ingin disebutkan namanya tersebut.
Uang dolar Singapura (SGD) pecahan 10.000 ini juga sudah beredar di dalam negeri sejak zaman Presiden Soeharto. Uang ini dimiliki oleh orang kaya dan pejabat ketika itu.
"Itu uang zaman Soeharto. Biar bawa uang cepat dalam jumlah banyak," kata Ali.
Lebih jauh Ali mengatakan, pemilik dari uang ini ketika itu adalah para pejabat. "Itu biasanya dipakai orang tertentu, pejabat-pejabat mungkin," jelasnya.
Uang SGD pecahan 10.000 ini mulai mencuat dan menjadi bahan kajian khusus Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) setelah ditemukan di beberapa kasus suap dan korupsi pejabat belakangan. Ali menambahkan, uang ini cenderung langka dan saat ini susah sekali ditemukan.
"Itu tidak umum, jarang itu, susah carinya," ungkapnya.
Managing Director of Global Market HSBC Ali Setiawan menjelaskan, di Singapura sendiri uang tersebut tergolong cukup langka karena susah mendapatkannya.
"Itu tidak umum memang, jarang itu susah nyarinya. Di Singapura sendiri juga jarang," kata Ali.
Namun tak sedikit pula yang memilikinya. Bahkan bank-bank di Indonesia pun masih ada yang menyimpan salah satu uang pecahan terbesar di dunia tersebut.
"Di sini ya susah, tapi ada sih bank-bank yang masih punya uang tersebut," kata Ali.
Pejabat otoritas moneter di Indonesia bercerita, hanya orang tertentu yang bisa menukarkannya di Singapura.
"Biasanya memiliki deposito dan tabungan di bank di Singapura. Nanti by request untuk mendapatkan uang tersebut," kata pejabat yang tidak ingin disebutkan namanya tersebut.
Uang dolar Singapura (SGD) pecahan 10.000 ini juga sudah beredar di dalam negeri sejak zaman Presiden Soeharto. Uang ini dimiliki oleh orang kaya dan pejabat ketika itu.
"Itu uang zaman Soeharto. Biar bawa uang cepat dalam jumlah banyak," kata Ali.
Lebih jauh Ali mengatakan, pemilik dari uang ini ketika itu adalah para pejabat. "Itu biasanya dipakai orang tertentu, pejabat-pejabat mungkin," jelasnya.
Uang SGD pecahan 10.000 ini mulai mencuat dan menjadi bahan kajian khusus Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) setelah ditemukan di beberapa kasus suap dan korupsi pejabat belakangan. Ali menambahkan, uang ini cenderung langka dan saat ini susah sekali ditemukan.
"Itu tidak umum, jarang itu, susah carinya," ungkapnya.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengaku dirinya tidak pernah melihat mata uang tersebut, bahkan dia kaget ada uang pecahan sebesar itu. "Apa dolar Singapura 10.000? Nggak pernah lihat," ungkap Lutfi.
Lutfi juga mengaku tidak pernah memegang bahkan mempunyai mata uang tersebut. "Nggak. Nggak pernah lihat," cetusnya sambil menggelengkan kepala.
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengaku dirinya tidak pernah melihat mata uang tersebut, bahkan dia kaget ada uang pecahan sebesar itu. "Apa dolar Singapura 10.000? Nggak pernah lihat," ungkap Lutfi.
Lutfi juga mengaku tidak pernah memegang bahkan mempunyai mata uang tersebut. "Nggak. Nggak pernah lihat," cetusnya sambil menggelengkan kepala.
Uang pecahan SGD 10.000 memang cukup menarik bagi sebagian orang, apalagi uang tersebut jika dirupiahkan mencapai Rp 97 juta per lembarnya. Pengusaha muda Sandiaga Uno mengaku penah melihat dan memegang uang asli Singapura tersebut, namun tidak pernah memilikinya.
"Saya pernah lihat bahkan pernah memegang uang pecahan SGD 10.000 tersebut, tapi belum pernah memilikinya," kata Sandiaga.
Sandiaga mengakui, nilai uang tersebut sangat besar sekali jika dirupiahkan dan tentunya akan memudahkan bagi mereka yang melakukan bisnis. Namun dirinya menilai sangat naif jika uang tersebut justru diartikan menjadi tren digunakan oleh para koruptor.
"Selembar itu besar nilainya Rp 97 juta per lembar, tapi kalau diartikan sebagai sarana penunjang untuk korupsi sepertinya naif sekali, kalau orang mau korupsi ya korupsi, pakai uang pecahan apa pakai mata uang apa pun ya korupsi ya korupsi," tutupnya.
Uang pecahan SGD 10.000 memang cukup menarik bagi sebagian orang, apalagi uang tersebut jika dirupiahkan mencapai Rp 97 juta per lembarnya. Pengusaha muda Sandiaga Uno mengaku penah melihat dan memegang uang asli Singapura tersebut, namun tidak pernah memilikinya.
"Saya pernah lihat bahkan pernah memegang uang pecahan SGD 10.000 tersebut, tapi belum pernah memilikinya," kata Sandiaga.
Sandiaga mengakui, nilai uang tersebut sangat besar sekali jika dirupiahkan dan tentunya akan memudahkan bagi mereka yang melakukan bisnis. Namun dirinya menilai sangat naif jika uang tersebut justru diartikan menjadi tren digunakan oleh para koruptor.
"Selembar itu besar nilainya Rp 97 juta per lembar, tapi kalau diartikan sebagai sarana penunjang untuk korupsi sepertinya naif sekali, kalau orang mau korupsi ya korupsi, pakai uang pecahan apa pakai mata uang apa pun ya korupsi ya korupsi," tutupnya.
Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Hatta Rajasa mengaku tidak mengetahui adanya pecahan uang SGD 10.000 yang digunakan dan dimiliki secara terbatas itu.
"Yang ada cuma SGD 1.000. Maksudnya SGD 10.000. Saya belum dengar," kata Hatta.
Menteri Koordinator Bidang Ekonomi Hatta Rajasa mengaku tidak mengetahui adanya pecahan uang SGD 10.000 yang digunakan dan dimiliki secara terbatas itu.
"Yang ada cuma SGD 1.000. Maksudnya SGD 10.000. Saya belum dengar," kata Hatta.
Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan hal yang sama dengan Hatta. Dahlan mengaku tidak mengetahui adanya pecahan uang SGD 10.000 meskipun sudah lama bergerak di bidang bisnis media selama puluhan tahun.
"Saya belum pernah lihat uang pecahan SGD 10.000. Saya pernah lihat paling tinggi itu uangnya SGD 1.000," sebutnya.
Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan hal yang sama dengan Hatta. Dahlan mengaku tidak mengetahui adanya pecahan uang SGD 10.000 meskipun sudah lama bergerak di bidang bisnis media selama puluhan tahun.
"Saya belum pernah lihat uang pecahan SGD 10.000. Saya pernah lihat paling tinggi itu uangnya SGD 1.000," sebutnya.
Bagi Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, sebagai seorang pengusaha dan orang kaya dirinya belum pernah melihat bahkan memegang pecahan SGD 10.000.
"Saya nggak pernah lihat dan pegang. Saya nggak pernah lihat 10.000 seumur hidup. Masak ada SGD 10.000?" kata Sofjan.
Sofjan mengatakan, jangankan SGD 10.000, pecahan SGD 1.000 pun relatif jarang. Ia pernah punya pengalaman saat berkunjung ke restoran kecil di Singpura dengan pecahan SGD 1.000, ternyata tak mudah mencari kembaliannya. Selain itu, bank sentral Singapura juga tak gegabah mencetak banyak uang pecahan besar, karena untuk menghindari inflasi.
"SGD 1.000 saja sudah susah, bank-bank saja nggak banyak paling SGD 100 atau SGD 50. Saya nggak pernah pegang SGD 10.000," katanya.
Sofjan memang mengakui kini ada tren dari rekan-rekan sesama pengusaha di dalam negeri lebih memilih menyimpan dan menggunakan dolar Singapura. Alasannya dolar Singapura lebih stabil daripada dolar AS.
"Kita memakai dolar Singapura untuk suatu yang praktis saja, bukan dalam rangka terkait korupsi, tapi kestabilannya, dolar AS nggak stabil. Orang lebih banyak pakai dolar Singapura itu yang terjadi di pengusaha," katanya.
Ia juga mengkritik soal adanya dugaan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait penggunan mata uang dolar Singapura dalam pecahan besar untuk kepentingan suap kasus korupsi.
"Itu hanya omongan PPATK, mereka tak mengerti bisnis, mereka nganggap mau sogok-menyogok mau Pemilu. Apa alasan orang pakai dolar Singapura untuk menyogok, bagi pengusaha bayar pajak saja sudah susah," katanya.
Bagi Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, sebagai seorang pengusaha dan orang kaya dirinya belum pernah melihat bahkan memegang pecahan SGD 10.000.
"Saya nggak pernah lihat dan pegang. Saya nggak pernah lihat 10.000 seumur hidup. Masak ada SGD 10.000?" kata Sofjan.
Sofjan mengatakan, jangankan SGD 10.000, pecahan SGD 1.000 pun relatif jarang. Ia pernah punya pengalaman saat berkunjung ke restoran kecil di Singpura dengan pecahan SGD 1.000, ternyata tak mudah mencari kembaliannya. Selain itu, bank sentral Singapura juga tak gegabah mencetak banyak uang pecahan besar, karena untuk menghindari inflasi.
"SGD 1.000 saja sudah susah, bank-bank saja nggak banyak paling SGD 100 atau SGD 50. Saya nggak pernah pegang SGD 10.000," katanya.
Sofjan memang mengakui kini ada tren dari rekan-rekan sesama pengusaha di dalam negeri lebih memilih menyimpan dan menggunakan dolar Singapura. Alasannya dolar Singapura lebih stabil daripada dolar AS.
"Kita memakai dolar Singapura untuk suatu yang praktis saja, bukan dalam rangka terkait korupsi, tapi kestabilannya, dolar AS nggak stabil. Orang lebih banyak pakai dolar Singapura itu yang terjadi di pengusaha," katanya.
Ia juga mengkritik soal adanya dugaan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait penggunan mata uang dolar Singapura dalam pecahan besar untuk kepentingan suap kasus korupsi.
"Itu hanya omongan PPATK, mereka tak mengerti bisnis, mereka nganggap mau sogok-menyogok mau Pemilu. Apa alasan orang pakai dolar Singapura untuk menyogok, bagi pengusaha bayar pajak saja sudah susah," katanya.
Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengaku tak pernah melihat uang tersebut. Akan tetapi, dari sisi keamanan, menurut Bambang harusnya transaksi tunai di Indonesia sudah dibatasi. Misalnya dengan menentukan batas atas yang layak sesuai transaksi.
"Buat aturan di republik ini, transaksi tunai itu dibatasi. Misalnya maksimal Rp 100 juta saja. Sudah kan. Jadi 10 ribu dolar Singapura pasti lewat," ungkap Bambang.
Menurut Bambang, negara sebesar Indonesia dengan tingkat ekonomi yang semakin tinggi, sudah sewajarnya memiliki aturan ketat dalam transaksi keuangan. Transaksi tunai dikurangi dengan memberikan batas atas.
"Sewajarnya sebagai negara yang sudah seperti ini, dan kita sistem keuangannya juga sudah maju, udahlah, kita kurangi transaksi tunai. Kalau maksimum ya Rp 100 juta atau berapa gitu," ujarnya.
Transaksi kemudian dialihkan ke yang bersifat non tunai. Seperti kartu debit, kredit ataupun e-money lainnya. Bila transaksi lewat non tunai digunakan, artinya akan mempermudah juga pelacakan aliran uang.
"Sisanya kan bisa transfer. Kartu kredit dan seterusnya," sebut Bambang.
Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengaku tak pernah melihat uang tersebut. Akan tetapi, dari sisi keamanan, menurut Bambang harusnya transaksi tunai di Indonesia sudah dibatasi. Misalnya dengan menentukan batas atas yang layak sesuai transaksi.
"Buat aturan di republik ini, transaksi tunai itu dibatasi. Misalnya maksimal Rp 100 juta saja. Sudah kan. Jadi 10 ribu dolar Singapura pasti lewat," ungkap Bambang.
Menurut Bambang, negara sebesar Indonesia dengan tingkat ekonomi yang semakin tinggi, sudah sewajarnya memiliki aturan ketat dalam transaksi keuangan. Transaksi tunai dikurangi dengan memberikan batas atas.
"Sewajarnya sebagai negara yang sudah seperti ini, dan kita sistem keuangannya juga sudah maju, udahlah, kita kurangi transaksi tunai. Kalau maksimum ya Rp 100 juta atau berapa gitu," ujarnya.
Transaksi kemudian dialihkan ke yang bersifat non tunai. Seperti kartu debit, kredit ataupun e-money lainnya. Bila transaksi lewat non tunai digunakan, artinya akan mempermudah juga pelacakan aliran uang.
"Sisanya kan bisa transfer. Kartu kredit dan seterusnya," sebut Bambang.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Ito Warsito belum pernah melihat fisik uang dolar Singapura pecahan 10.000 atau setara Rp 97 juta tersebut.
"Saya belum pernah lihat, itu uang banyak banget. Belum pernah juga (memiliki)," kata Ito.
Ito mengatakan paling tinggi uang dolar Singapura yang pernah ia miliki adalah pecahan SGD 100. "Saya yang punya 2 dolar Singapura, 5 dolar, paling top 50 dan 100. Saya belum pernah lihat dan pernah dengar. Nah satu dolar Singapura itu untuk es puter. Uang dolar Amerika hanya 100 dolar saya pernah pegang itu," imbuhnya.
Bahkan ia bingung bila seseorang membawa uang SGD 10.000. "Saya agak heran kalau orang pegang duit 10.000 dolar Singapura, ringkas tetapi belanjanya di mana apalagi beli es puter," katanya sambil ketawa.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Ito Warsito belum pernah melihat fisik uang dolar Singapura pecahan 10.000 atau setara Rp 97 juta tersebut.
"Saya belum pernah lihat, itu uang banyak banget. Belum pernah juga (memiliki)," kata Ito.
Ito mengatakan paling tinggi uang dolar Singapura yang pernah ia miliki adalah pecahan SGD 100. "Saya yang punya 2 dolar Singapura, 5 dolar, paling top 50 dan 100. Saya belum pernah lihat dan pernah dengar. Nah satu dolar Singapura itu untuk es puter. Uang dolar Amerika hanya 100 dolar saya pernah pegang itu," imbuhnya.
Bahkan ia bingung bila seseorang membawa uang SGD 10.000. "Saya agak heran kalau orang pegang duit 10.000 dolar Singapura, ringkas tetapi belanjanya di mana apalagi beli es puter," katanya sambil ketawa.
Direktur Institutional Banking Bank Mandiri Abdul Rachman mengaku tidak mengetahui ada pecahan SGD 10.000 yang kini jadi favorit para koruptor dan pelaku suap.
Abdul mengaku heran dengan adanya uang dalam pecahan SGD 10.000. Pasalnya jika dirupiahkan, 1 lembar uang SGD 10.000 setara dengan Rp 97 juta.
"Besar sekali itu. Saya nggak tahu. Itu tanya di money changer," kata Abdul.
Ia menilai pecahan tersebut, bisa saja beredar di daerah khusus seperti Batam. Namun untuk memastikan hal itu, Abdul akan mengecek informasi tentang peredaran uang pecahan SGD 10.000.
"Kita transaksi cash jarang sekali. Kalau ada tukar di sentra-sentra turis. Saya tanya dulu sama teman-teman di Singapura," sebutnya.
Direktur Institutional Banking Bank Mandiri Abdul Rachman mengaku tidak mengetahui ada pecahan SGD 10.000 yang kini jadi favorit para koruptor dan pelaku suap.
Abdul mengaku heran dengan adanya uang dalam pecahan SGD 10.000. Pasalnya jika dirupiahkan, 1 lembar uang SGD 10.000 setara dengan Rp 97 juta.
"Besar sekali itu. Saya nggak tahu. Itu tanya di money changer," kata Abdul.
Ia menilai pecahan tersebut, bisa saja beredar di daerah khusus seperti Batam. Namun untuk memastikan hal itu, Abdul akan mengecek informasi tentang peredaran uang pecahan SGD 10.000.
"Kita transaksi cash jarang sekali. Kalau ada tukar di sentra-sentra turis. Saya tanya dulu sama teman-teman di Singapura," sebutnya.