Sebenarnya, wacana redenominasi ini bukanlah hal baru, tapi sudah bergulir sejak 8 tahun lalu pada 2010.
Saat itu, Deputi Gubernur Senior Darmin Nasution mengungkapkan redenominasi adalah hal yang berbeda dengan sanering atau pemotongan uang yang terjadi pada 1959 silam. Pada 2010, bank sentral merencanakan akan ada masa transisi pada 2013.
Namun rencana tinggal rencana, yang terus menguap hingga rencana tersebut dihidupkan kembali oleh Gubernur BI periode 2013-2018 Agus Martowardojo. Tapi sampai Agus purna tugas pun Rancangan Undang-undang (RUU) redenominasi belum masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian pada Selasa 25 Juli 2017 di Istana Negara Agus menyampaikan rencana penyederhanaan nilai mata uang ini, ia menyebut kala itu BI sudah memiliki sejumlah tahapan yang siap untuk diterapkan.
Agus mengungkapkan, jika RUU redenominasi bisa masuk Prolegnas 2017 dan mendapatkan dukungan pemerintah, maka rencana ini bisa berlanjut. Di mana 2018 adalah tahun persiapan dan 2020 adalah tahun transisi penerapan redenominasi ini.
Masa transisi disebut akan memakan waktu selama empat tahun yakni untuk penyesuaian uang dan harga barang. Setelah transisi selesai maka lima tahun berikutnya adalah masa bank sentral melakukan penarikan pada uang rupiah yang lama.
"Setelah lima tahun, baru tahap face out, yaitu 2025 sampai 2029. Jadi ada periode kira-kira 11 tahun agar ini berjalan," ujar Agus.
2017 telah berakhir, Gubernur BI terpilih Perry Warjiyo mengungkapkan akan melanjutkan rencana tersebut namun tetap menunggu arahan pemerintah.