Ekonom INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan sebenarnya redenominasi atau penyederhanaan nilai mata uang ini memiliki tujuan yang baik.
"Yakni membuat transaksi keuangan lebih simpel dan diharapkan bisa meningkatkan kepercayaan masyarakat," kata Bhima saat dihubungi detikFinance, Rabu (4/4/2018).
Namun untuk menjalankan dan mendapatkan keberhasilan dari rencana ini harus dilihat sejumlah kondisi ekonomi. Misalnya, Indonesia harus belajar dari negara-negara yang telah berhasil menerapkan redenominasi ini seperti Turki.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam konteks ini perekonomian Indonesia diprediksi dalam waktu lima tahun ke depan masih menghadapi tekanan eksternal maupun internal yang cukup besar," ujar dia.
Dia menjelaskan, saat ini pertumbuhan ekonomi masih berada di kisaran 5%, kemudian untuk daya beli masyarakat saat ini masih dalam tahap pemuliha. Selain itu akibat kenaikan harga minyak mentah dunia juga turut meningkatkan risiko inflasi akibat penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) non subsidi.
Kemudian dari sisi nilai tukar dolar sekarang berada di kisaran Rp 13.700 hingga Rp 13.800 pada akhir 2018. "Kalau redenominasi dilakukan secara terburu-buru justru kepercayaan masyarakat bisa turun," ujarnya.
Bhima menjelaskan, redenominasi ini juga membutuhkan persiapan dan sosialisasi yang lama. Seperti Turki membutuhkan waktu 10 tahun untuk penyederhanaan nilai mata uang ini.
"Kesimpulannya RUU Redenominasi kecil kemungkinan dibahas dalam prolegnas 2018," imbuh dia.