Ke Mana Uang Rp 1.000 Gambar Cut Meutia?

Ke Mana Uang Rp 1.000 Gambar Cut Meutia?

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Sabtu, 09 Jun 2018 09:50 WIB
Ke Mana Uang Rp 1.000 Gambar Cut Meutia?
Foto: Sylke Febrina Laucereno
Jakarta - Uang kertas pecahan Rp 1.000 bergambar Cut Meutia langka di peredaran. Padahal uang ini baru diluncurkan Bank Indonesia (BI) pada Desember 2016 lalu.

Sejumlah masyarakat bahkan mengaku ada yang belum pernah melihat uang tahun emisi 2016 ini. Ke mana ya uang itu?

Uang bergambar pahlawan nasional wanita Cut Meutia ini agak susah ditemukan. Paling sering menemukan uang pecahan Rp 1.000 dalam bentuk logam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Recka (22) warga Depok justru mengaku jarang mendapatkan kembalian uang Rp 1.000 emisi baru itu.

"Jarang dapat kalau yang seribuan kertas gambar Cut Meutia, paling sering logaman. Kalau seribuan yang gambar Pattimura dulu kan banyak," kata dia kepada detikFinance, Jumat (8/6/2018).


Tak hanya Recka, Fia (23) warga Warung Buncit juga mengungkapkan jarang sekali melihat uang yang salah satu sisinya memuat pemandangan Banda Neira itu.

"Jarang liat kalau seribuan kertas yang baru. Sekarang paling banyak dua ribuan sih. Tukang parkir juga kayaknya nggak akan mau dikasih seribuan," ujar Fia seraya tertawa.

Dari penelusuran detikFinance, di tempat penukaran uang receh yang ada di Monas atau di bank memang tidak menyediakan uang kertas pecahan Rp 1.000 bergambar Cut Meutia tersebut. Di tempat penukaran hanya menyediakan uang receh pecahan Rp 20.000, Rp 10.000, Rp 5.000 dan Rp 2.000.

Sukma (30) salah seorang petugas kantor cabang bank BUMN di Depok mengungkapkan bank memang tidak menyediakan uang receh kertas pecahan Rp 1.000. Karena memang jarang ada masyarakat yang menanyakan dan tidak ada pasokan dari BI.

"Kami tidak menyediakan pecahan Rp 1.000, dari BI nya nggak ada. Yang ada paling kecil ya Rp 2.000an," kata dia saat berbincang dengan detikFinance.

Sekedar informasi BI menerbitkan uang kertas pecahan Rp 1.000 itu pada akhir 2016 lalu bersama uang kertas pecahan yang lain. Peluncuran dilakukan oleh Presiden Joko Widodo di Gedung Bank Indonesia, Thamrin, Jakarta Pusat.
Menanggapi hal tersebut Direktur Departemen Pengelolaan Uang BI Suhaedi menjelaskan saat ini permintaan terhadap uang kertas pecahan Rp 1.000 memang tidak setinggi uang kertas pecahan lain.

"Permintaan pecahan Rp 1.000 memang rendah dan cenderung menurun," kata Suhaedi kepada detikFinance.

Dia menjelaskan rendahnya permintaan antara lain karena semakin meningkatnya penggunaan transaksi uang elektronik dalam perbelanjaan retail.

Saat ini uang pecahan Rp 1.000 juga tersedia dalam bentuk logam yang desain barunya juga diluncurkan pada 19 Desember 2016 lalu.

Sebenarnya uang tahun emisi 2016 ini memiliki penguatan unsur pengaman antara lain dilakukan melalui color shifting, rainbow feature, latent image, ultra violet feature, tactile effect, dan rectoverso.

Dari sisi color shifting, apabila dilihat dari sudut pandang yang berbeda, akan terjadi perubahan warna secara kontras. Dari sisi rainbow feature, apabila dilihat dari sudut pandang tertentu akan muncul gambar tersembunyi multi warna berupa angka nominal

Sedangkan dari sisi latent image, apabila dilihat dari sudut tertentu akan muncul gambar tersembunyi berupa teks BI pada bagian depan dan angka nominal pada bagian belakang.

Sementara dari sisi ultra violet feature (level 2), dilakukan penguatan desain UV feature yang memendar menjadi dua warna di bawah sinar UV. Dari sisi rectoverso, apabila diterawang akan terbentuk gambar saling isi berupa logo BI.

Tak hanya itu, desain uang tahun emisi (TE) 2016 dilakukan dengan penyempurnaan fitur kode tuna netra (blind code) dengan melakukan perubahan desain pada bentuk kode tuna netra berupa efek rabaan (tactile effect) untuk membantu membedakan antar pecahan dengan lebih mudah.

"Pada saat kita mendesain uang baru ini, kita bertemu dengan lebih dari 10 orang. Kemudian kita uji cobakan. Mereka alhamdulillah bisa dengan cepat membedakan," tambah Suhaedi.

Menurut Suhaedi, fitur ini mempermudah identifikasi dan meningkatkan aksesibilitas uang rupiah bagi penyandang tuna netra. Sesuai dengan amanat UU Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas

Jika anda ingat, pada 19 Desember 2016 lalu Presiden Joko Widodo bersama Gubernur Bank Indonesia (BI) periode 2013-2018 Agus Martowardojo meluncurkan uang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tahun emisi 2016 di Gedung BI, Thamrin, Jakarta Pusat.

Saat itu ada 11 uang dengan desain baru yang diluncurkan. Salah satunya uang kertas pecahan Rp 1.000 bergambar pahlawan wanita asal Aceh Cut Meutia.

Dari laman resmi www.bi.go.id uang kertas pecahan Rp 1.000 ini berbahan kertas khusus yang terbuat dari serat kapas. Uang ini berukuran 141 mm x 65 mm. Uang ini berwarna dominan hijau tua.

Gambar utama bagian depan terpampang foto Cut Meutia. Kemudian bagian belakang ada gambar Tari Tifa, Pemandangan alam Banda Neira dan Bunga Anggrek Larat.

Bank Indonesia (BI) resmi meluncurkan 11 desain baru rupiah yang terdiri dari 7 pecahan uang kertas dan 4 pecahan uang logam. Rupiah kertas yang diterbitkan terdiri dari nominal Rp 100.000, Rp 50.000, Rp 20.000, Rp 10.000, Rp 5.000, Rp 2.000, dan Rp 1.000. Sementara rupiah logam terdiri atas pecahan Rp 1.000, Rp 500, Rp 200, dan Rp 100.

Desain uang baru ini sejalan dengan rencana BI menerbitkan uang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hampir semua wajah pahlawan di uang tunai berganti, kecuali pecahan Rp 100.000.

Pecahan Rp 100.000 tetap menampilkan wajah dua proklamator RI, yaitu Presiden dan Wakil Presiden pertama RI, Soekarno dan Mohammad Hatta.

"Rupiah adalah simbol kedaulatan negara yang wajib dihormati dan dihargai sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011. Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah dan wajib digunakan di seuruh Indonesia," jelas Gubernur BI, Agus Martowardojo saat merilis rupiah tahun emisi 2016.

Uang kertas ini memiliki cerita beberapa hari setelah ia diluncurkan. Mengutip berita detikFinance yang terbit pada 21 Desember 2018, uang Cut Meutia ini diperbincangan netizen dan dituduh tidak sesuai karena sang Pahlawan tidak menggunakan jilbab.

Menanggapi hal ini Direktur Eksekutif Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia (BI), Suhaedi, mengatakan pemilihan foto pahlawan sudah melalui diskusi panjang dengan banyak pihak.

"Semua foto pahlawan, setelah diskusi panjang dengan berbagai pihak, kita mintakan persetujuan dan masukan dari ahli waris apabila ada yang lebih pas," kata Suhaedi.

Ia menambahkan, semua pemilihan foto juga dilakukan dengan hati-hati. Pewarnaan dan pencahayaan juga diatur supaya terlibat lebih cerah.

"Semua dilakukan dengan hati-hati, misalnya perubahan foto seorang pahlawan supaya kelihatan lebih cerah dan bersemangat," katanya.

Selain Cut Meutia, pahlawan asal Aceh yang fotonya juga pernah terpampang di uang rupiah adalah Cut Nyak Dien. Pahlawan yang meninggal 1908 di Sumedang itu juga tidak memakai jilbab di pecahan Rp 10.000.

Kala itu Cucu kandung Cut Meutia, Teuku Rusli, merespons ramai-ramai soal neneknya. Menurut Rusli, selama ini tak pernah benar-benar ada gambar resmi Cut Meutia yang dimiliki keluarga.

Terkait tampilan Cut Meutia di pecahan uang baru Rp 1.000, pihak keluarga pernah diundang ke Bank Indonesia untuk mendiskusikannya. Kemudian, disetujui gambar Cut Meutia tak memakai jilbab.

"Kita pihak keluarga tidak pernah berinisiatif menyampaikan gambar itu ke BI. Mungkin BI sendiri yang mencari tahu seperti apa gambarnya, datangnya ke kakak saya, dibuatlah satu gambar itu. Kakak saya, namanya Zulfikar, diundang ke BI. Sekarang dia sudah pulang ke Aceh," ujar Rusli dikutip dari berita detikcom (22/12/2016).

"Kita enggak pernah bikin foto, di zaman dulu enggak pernah ada foto-foto. Kecuali yang tinggal di Banda Aceh. Kalau di kampung saya, 400-500 km dari Banda Aceh, enggak ada kita di situ yang bikin-bikin foto, melukis juga enggak ada, kan di Islam dilarang melukis makhluk hidup," jelasnya.

Rusli mengatakan, pihak keluarga tidak mempermasalahkan tampilan Cut Meutia. Pakai kerudung atau tidak, tidak apa-apa.

"Dipakein kerudung juga enggak apa-apa. Tapi apa benar kerudungnya seperti itu? Memang di medsos orang Aceh banyak yang protes. Orang kita (keluarga) enggak tahu apa-apa. Kerudung juga kerudung gimana? Orang Aceh dulu kan kerudungnya tidak seperti sekarang," ujar Rusli.

Dia menambahkan, kala itu semua perempuan Aceh memakai kerudung atau semacam tutup kepala. Kecuali ketika mereka sedang berada di dalam rumah.

"Kerudung itu kan perintah agama. Semua memang pakai tutup kepala," terangnya.

Mengutip Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 18/33/PBI 2016 Tentang Pengeluaran Uang Pecahan 1.000 (Seribu) Tahun Emisi 2016.

Bank sentral menimbang bahwa uang rupiah sebagai mata uang Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki peran yang sangat strategis, baik sebagai simbol kedaulatan negara yang harus dihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga Negara Indonesia, maupun sebagai alat pembayaran yang sah dalam kegiatan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Penerbitan juga dilakukan bahwa guna mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan dalam rangka melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, Bank Indonesia perlu mengeluarkan uang Rupiah dan mengedarkannya sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi yang layak edar.

Pada pasal 3 disebutkan harga uang kertas merupakan nilai nominal pada pecahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 yaitu sebesar Rp1.000,00 (seribu rupiah).

Ciri-ciri umum uang rupiah pada bagian depan tersapat gambar Garuda Pancasila, ada Frasa Negara Kesatuan Republik Indonesia, ada sebutan dalam angka 1.000 dan tulisan 'Seribu Rupiah', terdapat tanda tangan Gubernur BI dan Menteri Keuangan, ada tulisan emisi 2016, gambar utama pahlawan Tjut Meutia dan tulisan 'TJUT MEUTIA', gambar ornamen batik dan lingkaran-lingkaran kecil.

Mengutip Pasal 8 dijelaskan meskipun ada uang emisi baru, Uang Rupiah kertas pecahan 1.000 (seribu) tahun emisi 2000 yang bergambar Kapitan Patimura dinyatakan masih tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sepanjang belum dicabut dan ditarik dari peredaran.

Tak hanya meluncurkan uang desain baru. Bank Indonesia (BI) juga melakukan pencabutan terhadap uang kertas atau uang logam.

Dari laman resmi www.bi.go.id ada sekitar 28 jenis pecahan uang yang dicabut. Sebanyak 23 uang kertas dan 5 uang logam.

detikFinance mengambil contoh uang yang dicabut 10 tahun lalu. Mana saja uang yang dicabut?

Pada Desember 2008 BI mengumumkan mencabut uang dengan empat jenis pecahan. Pertama pecahan Rp 100.000 tahun emisi 1999 bergambar Soekarno Hatta pada bagian depan dan gambar gedung Musyawarah Perwakilan Rakyat pada bagian belakang. Uang ini adalah satu satunya uang berbahan baku plastik. Jika anda masih memiliki uang ini bisa ditukarkan si kantor pusat BI dan kantor perwakilan wilayah BI hingga 30 Desember 2018.

Ke Mana Uang Rp 1.000 Gambar Cut Meutia?Foto: Dok. Bank Indonesia

Kemudian uang kertas pecahan Rp 50.000 bergambar pencipta lagu Indonesia Raya Wage Rudolf Soepratman. Uang ini merupakan terbitan tahun emisi 1999 dan masih bisa ditukarkan hingga 30 Desember 2018.

Ke Mana Uang Rp 1.000 Gambar Cut Meutia?Foto: Dok. Bank Indonesia

BI juga mengumumkan mencabut uang kertas pecahan Rp 20.000 bergambar Ki Hajar Dewantara. Uang ini diterbitkan pada tahun emisi 1998. Masih bisa ditukarkan hingga 30 Desember 2018.

Ke Mana Uang Rp 1.000 Gambar Cut Meutia?Foto: Dok. Bank Indonesia

Untuk pecahan Rp 10.000 bergambar Cut Nyak Dien juga dicabut oleh BI. Uang yang bagian belakangnya bergambar Danau Segara Anak di Gunung Rinjani ini masih bisa ditukarkan hingga 30 Desember 2018.

Ke Mana Uang Rp 1.000 Gambar Cut Meutia?Foto: Dok. Bank Indonesia

Ingat dengan uang kertas pecahan Rp 1.000 bergambar Kapitan Patimura? Uang receh ini juga sulit ditemukan di peredaran sejak beberapa tahun lalu, bahkan sebelum uang Rp 1.000 gambar Cut Meutia dikeluarkan.

Mengutip Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 18/33/PBI 2016 Tentang Pengeluaran Uang Pecahan 1.000 (Seribu) Tahun Emisi 2016.

Bank sentral menimbang bahwa uang Rupiah sebagai mata uang Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki peran yang sangat strategis, baik sebagai simbol kedaulatan negara yang harus dihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga Negara Indonesia, maupun sebagai alat pembayaran yang sah dalam kegiatan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dari Peraturan tersebut pasal 8 dijelaskan, uang Rupiah kertas bergambar Patimura masih berlaku.

"Uang Rupiah kertas pecahan 1.000 (seribu) tahun emisi 2000 yang bergambar Kapitan Patimura dinyatakan masih tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sepanjang belum dicabut dan ditarik dari peredaran," bunyi pasal tersebut, dikutip, Jumat (8/6/2018).

Berdasarkan PBI Nomor 2/25/PBI/2000 tentang pengeluaran dan pengedaran uang rupiah pecahan 1.000 (seribu) tahun emisi 2000.

Pada pasal 4 disebutkan uang pecahan 1.000 ini memiliki ciri-ciri warna bagian depan biru, jingga, violet merah dan hijau. Warna bagian belakang dicetak warna biru kemerahan, hijau, kuning, biru dan violet. Uang bergambar Kapitan Pattimura ini diterbitkan pada 29 November tahun 2000.

Hide Ads