BI Rate Ditahan Meski The Fed Naikkan Bunga Acuan

BI Rate Ditahan Meski The Fed Naikkan Bunga Acuan

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Jumat, 21 Des 2018 09:56 WIB
1.

BI Rate Ditahan Meski The Fed Naikkan Bunga Acuan

BI Rate Ditahan Meski The Fed Naikkan Bunga Acuan
Kantor BI/Foto: Rengga Sancaya
Jakarta - Bank Indonesia (BI) menggelar rapat dewan gubernur (RDG) terakhir periode 2018. Hasil rapat mengumumkan bunga acuan atau BI 7 days reverse repo rate tetap berada di level 6%.

BI menyebut langkah ini sudah disesuaikan dengan perhitungan terkait ekspektasi kenaikan bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve.

Berikut berita selengkapnya yang dirangkum detikFinance, Jumat (21/12/2018).
Rapat Dewan Gubernur BI pada 19-20 Desember 2018 memutuskan untuk mempertahankan BI 7 days reverse repo rate 6%. Gubernur BI Perry Warjiyo di kantornya, mengatakan, suku bunga deposit facility dan lending facility tetap.

"Suku bunga deposit facility tetap 5,25%. Lending facility jadi 6,75%," kata Perry.

Langkah ini dilakukan untuk menurunkan defisit transaksi berjalan ke batas aman.

"BI meyakini bahwa bunga kebijakan tersebut masih konsisten turunkan defisit transaksi berjalan ke batas aman dan pertahankan daya tarik keuangan domestik dan pertimbangkan tren bunga global dalam beberapa bulan ke depan," kata Perry.

BI juga terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas ekonomi dan memperkuat ketahanan eksternal, termasuk untuk mengendalikan defisit transaksi berjalan sehingga turun menuju kisaran 2,5% terhadap PDB pada 2019.

Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve akhirnya menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bps). Namun The Fed menurunkan proyeksi kenaikan bunganya di masa depan.

Demikian dikutip detikFinance dari CNBC, Kamis (20/12/2018). Bank sentral AS menaikkan kisaran target suku bunganya menjadi 2,25-2,5%. Hal ini menandai kenaikan yang keempat kalinya tahun ini atau yang kesembilan sejak bank sentral mulai melakukan normalisasi suku bunganya pada Desember 2015.

Namun demikian, para pejabat bank sentral memperkirakan hanya ada dua kali kenaikan bunga acuan lagi pada tahun depan atau lebih sedikit dari tiga kali yang diperkirakan sebelumnya. Namun, proyeksi tersebut tetap saja lebih banyak dari perkiraan pasar bahwa tidak akan ada lagi kenaikan di tahun depan.

Selain menunggu kepastian kisaran suku bunga, investor juga menanti arah kebijakan The Fed di kemudian hari. Sebelum pertemuan bulan Desember, Federal Open Market Committee (FOMC) telah mengindikasikan akan ada tiga kenaikan di 2019 dan kemungkinan satu lagi di 2020.

"Mungkin ini akan menjadi langkah sulit bagi The Fed untuk sepenuhnya menghapus beberapa proyeksi kenaikan di 2019, namun saya kira mereka mengirimkan pesan yang jelas bahwa mereka akan tetap bergantung pada data di 2019," kata Charlie Ripley, senior investment strategist di Allianz Investment Management.

Ekonom INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara memperkirakan BI menahan bunga acuan di level 6%. Hal ini karena BI sudah melakukan langkah pre emptive dengan menaikkan bunga sebelum Fed Rate naik

"Jadi pelaku pasar pun sudah price in soal kenaikan Fed. Sinyal Fed yang dovish di 2019 dimana kenaikan bunga hanya dua kali membuat rupiah tetap dalam posisi menguat. BI dirasa belum perlu naikkan bunga," kata Bhima saat dihubungi detikFinance, Kamis (20/12/2018).

Dia mengungkapkan, BI lebih baik menggunakan cadangan devisa untuk stabilisasi kurs jangka pendek. Lagi pula posisi cadangan devisa naik menjadi US$ 117 miliar pada November.

Menurut dia suku bunga yang terlalu tinggi beresiko menghambat laju perekonomian karena naiknya cost of borrowing pelaku usaha. Risiko untuk agresif naikkan suku bunga bisa blunder ke ekonomi.

Oleh karena itu, bank sentral bisa konsisten melakukan intervensi dengan cadangan devisa apabila rupiah dirasa terlalu fluktuatif.

"Tapi yang paling penting adalah menurunkan current account deficit (CAD) secara konsisten karena dalam jangka menengah panjang CAD yang melebar membuat rupiah mengalami pelemahan," ujarnya.

Bhima menambahkan cara menekan CAD adalah dengan mengurangi impor migas lewat kenaikan produksi minyak dan perbaiki implementasi B20. Untuk impor bahan baku dan barang modal pemerintah perlu mengevaluasi lagi proyek infrastruktur non prioritas khususnya yang impor bahan bakunya tinggi.

Ekonom LPEM FEB UI Febrio Kacaribu mengungkapkan BI tidak perlu menaikkan suku bunga kebijakannya bulan ini. Hal ini karena angka inflasi yang rendah karena harga komoditas dan harga bahan bakar subsidi.

Namun defisit transaksi berjalan pada kuartal IV-2018 secara keseluruhan diprediksi melebar di atas 3% dari PDB akibat tingginya defisit neraca perdagangan. "Ada juga yang perlu diperhatikan seperti harga minyak mentah yang merupakan indikator penting. Menurunnya harga minyak mentah membantu defisit transaksi berjalan dan rupiah lebih baik," imbuh dia.

Hide Ads