Penyalahgunaan Layanan Bikin BPJS Kesehatan Tekor

Penyalahgunaan Layanan Bikin BPJS Kesehatan Tekor

Hendra Kusuma - detikFinance
Selasa, 22 Jan 2019 06:25 WIB
Penyalahgunaan Layanan Bikin BPJS Kesehatan Tekor
Foto: Grandyos Zafna/detikHealth
Jakarta - Defisit keuangan yang tengah dialami oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya penyalahgunaan manfaat.

Penyalahgunaan manfaat yang dimaksud adalah penggunaan layanan kesehatan yang seharusnya atau tanpa dilakukan pun peserta masih bisa diatasi.

Saat ini, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan telah menerbitkan aturan yang tujuannya menata penggunaan fasilitas manfaat. Lalu, para peserta pun kini harus urun biaya untuk beberapa jenis penyakit.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Perlu diketahui, aturan yang sudah terbit itu belum berlaku karena pemerintah masih menentukan jenis penyakit apa saja yang terkena urun biaya.

Berikut penjelasannya:

Pelayanan BPJS Kesehatan kini berpedoman pada Peraturan Menteri kesehatan (Permenkes) Nomor 51 Tahun 2018 tentang pengenaan urun biaya dan selisih biaya dalam program jaminan kesehatan.

Dalam beleid yang dikutip detikFinance, Jakarta, Senin (21/1/2019). Urun biaya adalah tambahan biaya yang dibayar peserta pada saat memperoleh manfaat pelayanan kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan.

Penerbitan aturan urun biaya ini menjadi pertanyaan, karena terbit di tengah BPJS Kesehatan masih mengalami defisit keuangan.

Adapun ada tambahan biaya sebesar Rp 20.000 untuk setiap kali melakukan kunjungan rawat jalan pada rumah sakit kelas A dan rumah sakit kelas B. Sebesar Rp 10.000 untuk setiap kali melakukan kunjungan rawat jalan pada rumah sakit kelas C, rumah sakit kelas D, dan klinik utama, atau paling tinggi sebesar Rp 350.000 untuk paling banyak 20 kali kunjungan dalam jangka waktu tiga bulan.

Selanjutnya, besaran urun biaya sebagaimana sesuai ketentuan, sebesar 10% dari biaya pelayanan dihitung dari total Tarif INA-CBG setiap kali melakukan rawat inap, atau paling tinggi sebesar Rp 30.000.000.

Dalam hal rawat inap di atas kelas 1, maka urun biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a sebesar 10% dihitung dari total Tarif INA-CBG. Aturan ini diteken pada 14 Desember 2018 oleh Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek dan diundangkan pada tanggal 17 Desember 2018.

diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) nomor 51 tahun 2018 tentang pengenaan urun biaya dan selisih biaya dalam program jaminan kesehatan, agar masyarakat pun berkontribusi terhadap BPJS Kesehatan.

Kontribusi masyarakat, kata Iqbal agar tidak terulang defisit keuangan yang selama ini dialami oleh BPJS Kesehatan.

Pada tahun 2018, BPJS Kesehatan mendapat suntikan modal dari pemerintah tahap pertama Rp 4,9 triliun dan tahap kedua Rp 5,2 triliun atau totalnya Rp 10,1 triliun.

Oleh karena itu, lanjut Iqbal, melalui aturan baru ini. Pemerintah ingin mengatur masyarakat secara disiplin dalam menggunakan manfaat layanan kesehatan.

"Makanya sebetulnya pasien harus ada kontribusi," ujar dia.

Direktur Harmonisasi Peraturan Penganggaran (HPP) Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan Didik Kusnaini mengatakan salah satu penyebab defisit keuangan BPJS Kesehatan dikarenakan penyalahgunaan manfaat.

"Kalau kasus per kasus, kemungkinan besar ada terjadi penyalahgunaan layanan," kata Didik saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Senin (21/1/2019).

Menurut Didik, masih banyak penyalahgunaan layanan kepada peserta. Misalnya, tidak perlu melakukan tindakan fisioterapi tetapi hal tersebut dilakukan.

"Misalnya, layanan fisioterapi bagi orang yang tidak memerlukan, atau kelahiran caesar dalam kasus yang mestinya bisa dengan persalinan normal," ujar dia.

Kementerian Keuangan telah memiliki beberapa strategi dalam menekan defisit keuangan BPJS Kesehatan. Direktur Harmonisasi Peraturan Penganggaran (HPP) Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan Didik Kusnaini mengatakan strategi tersebut tertuang dalam bauran kebijakan.

"Antara lain dengan meningkatkan peran Pemda, efisiensi biaya operasional, sinergitas dengan penyelenggara jaminan sosial yang lain, dan percepatan pembayaran PBI," kata Didik saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Senin (21/1/2019).

Menteri Kesehatan juga telah menerbitkan Permenkes Nomor 51 tahun 2018 tentang pengenaan urun biaya dan selisih biaya dalam program jaminan kesehatan.

Adapun, aturan tersebut akan menata layanan kesehatan nasional menjadi lebih baik. Pasalnya, peserta dengan jenis penyakit tertentu akan dikenakan biaya sesuai aturan yang berlaku.

"Jika hal itu nanti telah dapat dilaksanakan dengan baik, tentu juga akan berimplikasi pada kendali biaya," ungkap dia.

Hide Ads