Gagal Bayar Polis, Jiwasraya Bakal Disuntik Duit Negara?

Gagal Bayar Polis, Jiwasraya Bakal Disuntik Duit Negara?

Hendra Kusuma - detikFinance
Sabtu, 11 Jan 2020 09:30 WIB
Foto: Rengga Sancaya/detikcom
Jakarta - Persoalan gagal bayar polis asuransi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menjadi sorotan publik. Menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masalah gagal bayar Jiwasraya skalanya besar dan berisiko sistemik.

Di tengah masalah tersebut, apakah pemerintah akan menyuntikkan modal alias memberikan penyertaan modal negara untuk Jiwasraya? Menurut Dirjen Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata pemerintah belum membahas persoalan Jiwasraya pada tahap penyuntikan modal.

"Exercise kita belum bicarakan apakah perlu penambahan modal dari APBN atau tidak," kata Isa di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (10/1/2020).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Isa juga membicarakan masalah Jiwasraya yang berisiko sistemik. Namun, permasalahan tersebut skalanya berbeda jika terjadi pada perbankan. dia menjelaskan persoalan yang ditanggung oleh Jiwasraya seharusnya bagaimana mempertanggungjawabkan tanggungan seluruh nasabah berakhir sesuai kontrak.


Bahkan, perseroan bisa mengalihkan polis yang belum jatuh tempo kepada perusahaan asuransi lain.

"Jadi kalau di bank yang penting uang saya balik, di asuransi yang penting polis jalan sampai akhir masa pertanggungan. Di asuransi jiwa punya pertanggungan 15 tahun, idealnya paling baik gimana polisnya berjalan sampai akhir masa polis. Apakah di perusahaan sama atau dialihkan ke perusahaan lain. Itu uniknya asuransi. Kita tidak perlu hentikan perjanjian karena proteksi," jelas dia.

Persoalan Jiwasraya diserahkan ke BPK hingga Kejaksaan Agung. Klik halaman selanjutnya


Gagal Bayar Polis, Jiwasraya Bakal Disuntik Duit Negara?



Akan tetapi, menurut Isa justru produk saving plan Jiwasraya memberikan pilihan bagi nasabahnya bisa menyetop program hanya dalam kurun waktu satu tahun. Jadi, nasabah bisa menghentikan polis pada tahun pertama dan menarik akumulasi dana.

"Ini jenis saving plan yang lebih sarat ke jenis produk investasi meski ada proteksi di situ yang kemudian buat case Jiwasraya unik, tidak seperti case asuransi pada umumnya. Kalau umumnya, intensi regulator, mempertahankan polis supaya berjalan terus. Kalau ini, ada saving plan itu yang 1 tahun berhak menghentikan," ungkap dia.

Menurut Isa, permasalahan Jiwasraya sekarang sudah ditangani oleh Kementerian BUMN, BPK, Otoritas Jasa Keuangan, dan Kejaksaan Agung. Di mana, upaya yang dilakukan adalah dengan mempertahankan kesinambungan polis dari produk yang dijual oleh Jiwasraya.

Salah satu yang diupayakan adalah dengan menjual anak usaha agar Perseroan mendapatkan dana segar yang bisa dimanfaatkan sebagai modal membayarkan klaim.

"Menteri BUMN sekarang sedang upayakan cara-cara yang lazim terjadi di industri asuransi khususnya pada industri jasa keuangan umumnya yakni gimana selesaikan setiap permasalahan itu B-to-B," ujar dia.


Sebelumnya BPK telah melakukan telah melakukan dua kali pemeriksaan terhadap Jiwasraya. Pertama pada 2018, dan kedua 2019.

Dalam pemeriksaan pertama itu, BPK mendapatkan 16 temuan terkait dengan pengelolaan bisnis, investasi, pendapatan, dan biaya operasional Jiwasraya tahun 2014-2015.

Jiwasraya membukukan kerugian Rp 13,7 triliun pasca September 2019. Pada posisi November 2019 Jiwasraya diperkirakan mengalami negatif ekuitas sebesar Rp 27,7 triliun. Kerugian itu karena Jiwasraya menjual produk saving plan dengan cost of fund (COF) yang sangat tinggi di atas bunga deposito dan obligasi yang dilakukan secara masif sejak 2015. (hek/hns)

Hide Ads