Aviliani melanjutkan, seharusnya aturan tersebut bisa ditinjau kembali. Seberapa besar pembiayaan atau kredit yang dibutuhkan UMKM.
"Jadi menurut saya perlu dilihat lagi apakah benar UMKM setiap tahun butuh pinjaman sebesar itu? Menurut saya itu agak diragukan," jelasnya.
"Kalau ekonomi sudah bagus 2023, apakah mampu 30 persennya mampu terserap UMKM? 30 persen itu tinggi lho. Perlu dihitung kembali," tambahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aturan ini diterbitkan oleh BI yang mewajibkan perbankan untuk memenuhi RPIM UMKM sebesar 20% pada Juni 2022. Perhitungannya dilakukan secara bertahap yang kemudian menjadi 25% pada Juni 2023 dan 30% di Juni 2024.
Perluasan target pembiayaan inklusif tersebut dilakukan karena UMKM sangat berperan dalam perekonomian, dengan tingkat penyerapan tenaga kerja yang tinggi serta pangsa yang besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sehingga UMKM menjadi kunci pemulihan ekonomi nasional.
Nantinya, akan terdapat sanksi bagi bank yang tidak bisa memenuhi target RPIM tersebut, yang akan diawali dengan teguran tertulis terlebih dahulu pada Juni 2022 dan Desember 2022.
"Teguran tertulis tersebut juga akan ditembuskan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," jelas Kepala Departemen Kebijakan Makropudensial Bank Indonesia (BI) Juda Agung.
(kil/zlf)