Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo meramalkan bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, masih akan menaikkan suku bunga acuannya. Bahkan, kemungkinan bisa menyentuh 5,25%.
Kondisi ini menjadi salah satu tantangan berat bagi perekonomian di 2023 ini. Bahkan, tidak hanya The Fed, bank sentral negara-negara lain seperti Eropa dan Inggris juga diproyeksikan masih akan mengerek suku bunganya.
"Kami memperkirakan tingkat suku bunga The Fed menyentuh 5,25%. Tetap kita masih belum bisa memastikan apakah akhir tahun ini Fed Fund Rate dipangkas menjadi 5%. Jadi kami masih menghitung 5,25% sepanjang tahun," katanya, dalam Bank Indonesia Annual Investment Forum 2023, Kamis (26/1/2023).
Dengan kondisi tersebut, ia memproyeksikan, kondisi suku bunga acuan tinggi masih akan menyelimuti dunia dalam kurun waktu yang lama. Beberapa negara seperti AS, Eropa, hingga Inggris pun disebut-sebut akan dihantam resesi.
Sementara untuk Bank Indonesia sendiri, Perry mengatakan, pihaknya telah menaikkan suku bunga acuannya sejumlah 225 basis poin (bps) dari Agustus 2022 hingga Januari 2023.
BI sendiri baru-baru ini telah menaikkan suku bunganya atau BI 7 Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebanyak 25 bps, hingga menyentuh angka 5,75%. Perry tidak dapat menyebut apakah kenaikkan ini sudah mencapai puncakknya alias mentok. Menurutnya, jumlah ini sudah cukup memadai.
"Kami menggunakan istilah puncak atau sementara. Kami menggunakan istilah memadai. Kami menurunkan asumsi kami, perkiraan kami. Dan kenaikkan 225 bps itu sudah cukup. Jika tidak ada kejadian yang tidak terduga, maka ini cukup," katanya.
Perry menjelaskan, dirinya tidak dapat mengetahui secara pasti apa yang akan terjadi ke depannya. Namun ia hanya bisa memproyeksikan beberapa kemungkinan yang dapat terjadi agar pihaknya dapat tetap waspada.
Ia juga tetap optimis bahwa kinerja ekonomi RI akan bertumbuh positif, jauh melebihi target sebelumnya. Perry memproyeksikan, pertumbuhan ekonomi RI akan mencapai angka 4,5-5,3%, dengan baseline di 4,9%. Ia yakin target ini akan tercapai dengan dorongan dari pergerakan mobilitas domestik pasca pencabutan PPKM.
"Konsumsi swasta meningkat sekarang. Kalau ini bisa kita atur, maka konsumsi swasta dalam negeri kita akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi kita lebih tinggi lagi dari 4,9 menjadi 5 persen," ujar Perry.
(dna/dna)