Amerika Serikat (AS) disebut-sebut mulai mengalami krisis perbankan. Tandanya, semakin banyak perbankan yang mengalami kebangkrutan. Yang terbaru adalah bangkrutnya First Republic Bank di Amerika Serikat (AS).
Bangkrutnya sederet bank di AS diperkirakan akan berdampak ke sektor lain. Federal Reserve atau The Fed kemungkinan mengerek suku bunga sehingga menghambat pemulihan sektor properti.
Tak hanya warga AS, masyarakat Indonesia bakal merasakan imbasnya. Diprediksi banyak anak muda yang menunda pembelian rumah sampai numpang di mertua. Sebab suku bunga di RI diperkirakan akan ikut terkerek yang mendorong naiknya bunga KPR.
"Akan banyak anak muda yang menunda pembelian rumah, bukan hanya rumah tapi juga kendaraan bermotor ya. Yang berkaitan dengan suku bunga akan menjadi lebih berat," kata Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira kepada detikcom, Selasa (2/4/2023).
"Sementara gaji tergerus oleh suku bunga dan inflasi, sekarang konteksnya itu. Makin banyak yang tinggal di rumah mertua," lanjutnya.
Padahal, Bhima menyebut sektor properti sedang berusaha pulih usai dihantam pandemi. Namun hal ini bisa tertahan karena kenaikan suku bunga.
"Krisis keuangan akan merembet kepada krisis di sektor properti. Dengan tekanan suku bunga, banyak KPR gagal bayar di AS, bisa mengulang krisis perumahan. Itu kan ke Indonesia kena imbasnya, suku bunga naik. Padahal properti ini baru pulih dari pandemi. Nah jadi baru pulih suku bunga KPR naik, tertahan ini pemulihan," bebernya.
Prediksinya, kenaikan suku bunga berkisar 25-50 bps sampai akhir tahun atau tidak seagresif di tahun 2022. Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad juga menyebut The Fed akan menaikkan suku bunga imbas krisis tersebut.
"Oh iya pasti, The Fed tadinya nggak (mengerek suku bunga), tapi kemarin akan menaikkan suku bunga. Berarti kita juga terdampak. Bank juga ikut-ikutan karena mungkin BI naikkan suku bunga," bebernya.
Tauhid menambahkan, krisis perbankan AS bisa mengakibatkan kinerja sektor perdagangan Indonesia yang berorientasi ekspor menurun, khususnya dengan tujuan AS.
"Kalau dengan perdagangan otomatis permintaan turun, permintaan barang jasa kita berkorelasi dengan bisnis mereka (AS) akan berdampak," ungkapnya.
Imbasnya muncul lagi ancaman PHK massal akibat industri padat karya yang lesu.
"Kemarin kan sudah beberapa industri berorientasi ekspor PHK massal, ini bisa memperburuk outlook dari problem tenaga kerja, khususnya sektor yang terkait rantai pasok dengan AS. Akan ada lagi ancaman PHK, ini bisa memperpanjang kelesuan di padat karya," pungkasnya.
(das/das)